Dulu Anti-Pancasila, Buya Syafii: Mendewakan Keturunan Nabi Merupakan Perbudakan Spiritual

- 6 Januari 2021, 09:33 WIB
POTRET Buya Syafii Maarif.*
POTRET Buya Syafii Maarif.* /Instagram/@buyasyafii

ZONA PRIANGAN - Ahmad Syafii Maarif atau lebih akrab dengan nama Buya Syafii Maarif bikin pernyataan mengejutkan lagi.

Namun Buya Syafii Maarif selalu punya argumen yang kuat dalam menyampaikan pandangannya.

Sempat dibully karena pandangannya agak berbeda dalam menanggapi kasus Ahok, Buya Syafii tetap teguh dan punya alasan kuat.

Baca Juga: Stop! Penggunaan Husnul Khatimah untuk Orang Meninggal, Itu Kebiasaan Tidak Tepat

Belakangan, Buya Syafii mengungkapkan bahwa dirinya sempat meragukan Pancasila.

Keruang saja hal itu membuat tercengang, apalagi pernyataannya di unggah di media sosial.

Pengakuan Buya Syafii diutarakan dalam sebuah video yang diunggah oleh akun IG, @islamic_moderation.id.

Baca Juga: Terungkap, Jepang Jajah Indonesia Bukan Karena Rempah-rempah atau Emas tapi Incar Pohon Ini

Video yang diunggah pada 17 November ini menjelaskan perubahan sikap pendiri Maarif Institute ini.

Artikel ini sebelumnya sudah tayang di jurnalpresisi.com dengan judul "Buya Syafii Akui Dulu Anti-Pancasila, Semuanya Berubah Setelah Dicuci Otak Cendekiawan Pakistan Ini".

"Saya dulu anti Pancasila, sebelum saya ke Chicago, ya. Sebelum otak saya dicuci oleh Fazlur Rahman," ujar Buya Syafii.

Baca Juga: 5 Azab Menanti Orang yang Tidak Mau Bayar Utang, Nomor 4 Sangat Mengerikan

Fazlur Rahman merupakan cendekiawan dan filsuf Muslim yang berasal dari Pakistan.

Perjumpaan kedua tokoh ini terjadi kala Buya Syafii sedang menempuh pendidikan S3 di Universitas Chicago, Amerika Serikat.

Kemudian, Buya memuji setinggi langit presiden pertama Indonesia, Bung Karno atas sumbangan Pancasila bagi bangsa Indonesia.

Baca Juga: Tiga Relawan Meninggal setelah Menerima Vaksin Covid-19, Dokter: Korban Tewas Tersambar Petir

"Jadi, saya pikir kemudian Pancasila itu memang luar biasa. Itu menurut saya sumbangan Bung Karno yang terbesar untuk bangsa ini. Walaupun urutannya mula-mula ndak seperti itu, ya.

Sebagai informasi, Pancasila pada awalnya bukanlah Pancasila seperti yang kita ketahui sekarang.

Pada tanggal 1 Juni 1945, sila pertama Pancasila adalah kebangsaan Indonesia dan sila terakhir adalah Ketuhanan yang Maha Esa.

Baca Juga: Erdogan Kecam 4 Negara Muslim Jalin Hubungan dengan Israel, Indonesia Target Berikutnya

"Tapi kemudian dalam sidang tanggal berapa, 22 Juni (1945) ya? (Sila pertama) menjadi Ketuhanan yang Maha Esa, kemudian yang terakhir Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," jelas buya Syafii.

Meski demikian, Buya juga mengkritik implementasi Pancasila yang malah dikhianati oleh penerusnya sendiri.

"Tapi itu tadi, nasib Pancasila ini betul-betul apa? Dia dimuliakan dalam kata, diagungkan dalam tulisan, dikhianati dalam perbuatan."

Baca Juga: Tubuh Tiba-tiba Ada Memar, Hati-hati Anda Berarti Sudah Terserang Penyakit Mematikan Ini

Buya Maarif "menyalahkan" seluruh warga Indonesia bertanggung jawab atas kemunduran bangsa akibat tidak menerapkan Pancasila secara sungguh-sungguh

"Kita semua lah (mengkhianati Pancasila), jadi bukan elit-elit politik saja. Kita menjadi bangsa yang superficial (tidak sungguh-sungguh), shallow (dangkal). Bangsa yang dangkal, tidak serius untuk bangsanya."

Sebagai seorang negarawan, Buya seringkali menyampaikan uneg-unegnya atas keprihatinnya selama ini, tak terkecuali kritik terhadap aktivitas kelompok Islam sendiri.

Baca Juga: Kaum Pria Pasti Malu Menderita Penyakit Ini tapi Cobalah Ramuan Daun Pandan untuk Mengatasinya

Dalam sebuah cuitannya lewat akun twiiter @serambiBuya yang diunggah pada 23 November 2020 menyatakan kritiknya bagi orang atau kelompok yang memanfaatkan gelar habib bagi kepentingannya sendiri.

Anggapan sebagai orang suci di mata masyarakat, tidak akan mempan terhadap penegasan ayat suci Alquran.

Sebelumnya diketahui juga Syafii Maarif memberikan ungkapan bahwa, seseorang yang kerap kali mengelu-elukan seorang Habib atau keturunan Nabi Muhammad SAW adalah bentuk dari perbudakan spiritual.

Baca Juga: Rajin Membaca Surat Al Ikhlas di Setiap Ada Kesempatan, Kematian Muawiyah Dimuliakan Allah SWT

“Bagi saya mendewa-dewakan mereka yang mengaku keturunan Nabi adalah bentuk perbudakan spiritual,” ungkapnya.

Selanjutnya pada waktu lampau, Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pernah memberikan penegasan dalam hal ini.

Soekarno mengkritik keras sikap masyarakat yang cenderung mendewa-dewakan seseorang sebagai keturunan Nabi, karena hal ini dianggap tidak sehat bagi kehidupan bermasyarakat di NKRI.

Baca Juga: Cina Ingin Jadi Tuhan, Menguasai Langit dan Bisa Menentukan Cuaca di Dunia

"Bung Karno puluhan tahun yang lalu sudah mengeritik keras fenomena yang tidak sehat ini," pungkasnya.

Namun dalam hal ini Buya Syafii tidak memberikan penyebutan sama sekali golongan masyarakat mana yang kerap kali mendewakan sosok, yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.***(Yudha/jurnalpresisi.com)

Editor: Parama Ghaly

Sumber: Instagram @bpptkg Twitter Jurnal Presisi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x