Pabrik Sajadah Sepi Order, Puluhan Buruh Dirumahkan Tanpa Uang Tunggu

13 Juli 2020, 01:30 WIB
PULUHAN pabrik sajadah yang kena PHK mempertanyakan kejelasan nasibnya.*/ENGKOS KOSASIH GALAMEDIA /

 

ZONA PRIANGAN - Sekitar 70 buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di salah satu pabrik tekstil yang memproduksi sajadah di Jalan Raya Laswi Kampung Cidawolong Desa Biru Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Jawa Barat berharap bisa kembali bekerja di perusahaan tersebut.

Harapan puluhan buruh tersebut terungkap saat mereka menyampaikan "curhatannya" kepada Dewan Pimpinan Kabupaten Sabilulungan Pekerja Indonesia Sejahtera (DPK SPIS) Kabupaten Bandung di sekretariat organisasi buruh itu di Kampung Gamblang Desa Panyadap Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung Jawa Barat, Minggu 12 Juli 2020.

Para buruh yang berasal dari Kecamatan Solokanjeruk, Majalaya, Paseh, Ibun, Pacet dan Ciparay itu, sempat mengungkapkan nasibnya kepada DPK SPIS Kabupaten Bandung setelah menjadi korban PHK dalam beberapa bulan terakhir ini.

Mereka mengaku belum mendapatkan kejelasan setelah menyampaikan harapannya kepada pihak perusahaan.

Koordinator buruh yang juga korban PHK di pabrik tekstil tersebut Yayat mengungkapkan, puluhan buruh yang menjadi korban PHK itu, setelah mendapatkan pengakuan dari pihak perusahaan bahwa pabrik tekstil itu terkena dampak pandemi Covid-19 atau virus corona dalam kelangsungan operasional perusahaan tersebut.

"Awalnya, pihak perusahaan mengaku karena pandemi virus corona, para buruh pun dirumahkan dan nantinya akan dipekerjakan kembali. Dampak virus corona itu, perusahaan pun tidak ada order," kata Yayat kepada wartawan Galamedia, Engkos Kosasih.

Yayat menuturkan para buruh yang dirumahkan dan berujung pada PHK itu, sebelum bulan suci Ramadan lalu.

"Namun saat dirumahkan atau sebelum terjadi PHK pun, para buruh tak dikasih uang tunggu," katanya.

Adapun para buruh yang kembali dikerjakan, ia mengatakan, upah kerjanya tidak sesuai dengan besaran upah minimum kabupaten (UMK) Bandung 2020 sebesar Rp 3.140.000/bulan.

Lebih lanjut Yayat mengungkapkan, para buruh yang dirumahkan itu, beberapa hari jelang Idulfitri lalu, langsung diputus hubungan kerjanya (PHK) dari pabrik tekstil tersebut.

Baca Juga: Sehari, 3 Warga Subang Dimakamkan dengan Prosedur Covid-19

"PHK itu diberikan hanya sebulan gaji Rp 2,3 juta sampai Rp 2,4 juta. Uang PHK yang diterima itu, para buruh masih mempertanyakan uang konvensasi. Tapi ada informasi, uang yang sudah diterima para buruh, selain uang PHK juga uang konvensasi," kata Yayat.

Namun berdasarkan hitungan para buruh, imbuh Yayat, jika besaran uang PHK dan konvensasi dikumulatifkan, yaitu lebih dari Rp 4 juta.

"Jadi uang konvensasinya belum keterima. Para buruh menerima uang yang sudah diberikan pihak perusahaan karena kebutuhan ekonomi yang mendesak," ungkapnya.

Baca Juga: Tolak RUU HIP, Ribuan Warga Sumedang Gelar Aksi Damai

Saat ini, ia mengatakan, yang menjadi tuntutan dan harapan para buruh tersebut, bisa kembali dipekerjakan untuk kelangsungan ekonomi sehari-hari. "Kalau pun pihak perusahaan tetap mem-PHK, berdasarkan pada aturan ketenagakerjaan yang sudah ditentukan. Selain itu disesuaikan dengan masa kerja para buruh antara 3-4 tahun," ucapnya.

Yayat mengatakan, para buruh yang menjadi korban PHK itu, kini hanya memiliki surat keterangan sebagai bukti pernah bekerja di pabrik tekstil tersebut. "Adapun yang dipanggil kembali untuk bekerja, hanya beberapa orang," katanya.

Dikatakannya, apa yang menjadi aspirasi para buruh itu sudah disampaikan ke pihak perusahaan. Namun hingga saat ini belum ada respon dari perusahaan guna memenuhi harapan para buruh tersebut.

Baca Juga: Kok Bisa Bos-Bos BUMN Ini Plesiran Konvoi ke Ciwidey Saat Covid-19, Gimana Reaksi Erick Thohir?

Begitu juga yang dikatakan Desi, buruh korban PHK lainnya. Ia mengatakan, setelah menjadi korban PHK, belum memiliki pekerjaan baru dan saat ini menganggur.

"Secara ekonomi, nasib para buruh korban PHK sangat memprihatinkan. Soalnya tidak punya penghasilan," keluh Desi.

Ia berharap ada perhatian dari pihak perusahaan untuk kembali mempekerjakan lagi.

Baca Juga: Pengguna Sepeda Naik Sepuluh Kali Lipat, Edukasi bagi Para Pesepeda dan Penggemar Kopi Siap Digelar

"Selama pandemi Covid-19 ini, kami berharap mendapat bantuan atau perhatian dari Pemkab Bandung dalam program percepatan penanganan Covid-19. Mengingat banyak di antara korban PHK tak menerima bantuan sosial dari pemerintah terkait penanggulangan dampak Covid-19 tersebut," paparnya.

Karena beberapa bulan ini menjadi korban PHK, katanya, para buruh terancan rawan pangan.

"Kalau tetap menganggur, bagaimana dapat penghasilan. Secara ekonomi kami terdampak pandemi virus corona, sehingga berharap ada perhatian dari perusahaan maupun pemerintah," tuturnya.

Baca Juga: Ada Info Pembelajaran Dimulai, Orangtua Siswa Berdesakan Beli Baju Seragam

Sementara itu, Ketua DPK SPIS Kabupaten Bandung Jajang Nurjaman didampingi Sekjen Dedi mengatakan, para buruh yang menjadi korban PHK itu masih membuka ruang untuk melaksanakan musyawarah dengan pihak perusahaan melalui proses bipartit.

Jika belum ada penyelesaian melalui bipartit, para buruh akan mendaftarkan persoalan ini melalui perselisihan hubungan industrial.

Dengan harapan bisa diselesaikan melalui tripartit. Tapi kita akan mengupayakan dulu melalui bipartit, sebelum melangkah ke tripartit," kata Jajang.

Baca Juga: Nilai Bagus Dikalahkan Jarak, 18 Siswa SMP Kalipucang Menangis Gagal Sekolah di SMAN 1 Pangandaran

Ia berharap para pekerja yang di PHK itu mendapat haknya selama bekerja. Minimal upah kerjanya diterima sesuai besaran UMK.

Kalau mereka masa kerjanya antara 3-4 tahun, artinya mereka harus sudah diangkat menjadi pegawai tetap dan upahnya sesuai dengan UMK.

"Sementara mereka selama bekerja, dari mulai awal masuk kerja atau tahun pertama hingga tahun keempat antara Rp 50.000 sampai Rp 94.000/hari. Jika dihitung selama sebulan tidak sesuai dengan besaran UMK Bandung," pungkasnya.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler