ZONA PRIANGAN - Pemerintah kini mewajibkan tes PCR sebagai syarat untuk penumpang pesawat.
Peraturan ini memunculkan polemik karena hasil tes PCR hanya berlaku untuk 2x24 jam, sementara tidak semua daerah bisa melakukan tes PCR dengan hasil yang cepat.
Alasan pemerintah memberlakukan aturan tersebut sebagai bentuk pencegahan penyebaran kasus Covid-19 gelombang ketiga menjelang libur natal dan tahun baru.
Baca Juga: Rocky Gerung: Rakyat Telah Dirampok dengan Tarif PCR yang Tinggi di tengah Kesulitan karena Pandemi
Menanggapi polemik tersebut, Pengamat Politik Rocky Gerung dalam channel Youtube Rocky Gerung Offcial, Senin 1 November 2021 menyebut polemik harga PCR sebagai persekutuan antara politisi dan industri farmasi dalam mencari keuntungan berlipat ganda.
"Undang-undang corona dibuat sebagai upaya pengendalian politik. Kalau itu hanya itu dianggap menurun dan memang sudah menurun, tapi Stok PCR itu memang disiapkan sampai 2024 dan mesti dihabiskan, dengan alasan sudah diimport dan dibayar, dan Keuntungan sudah di depan mata,"ujar Rocky Gerung.
"Covid 19 ini adalah cara busuk pemerintah untuk mengendalikan opini publik supaya tidak macam-macam. tapi ga mungkin opini publik itu terus dibenamkan. tetap aja ada informasi kecil yang kemudian membuat kalang kabut pemerintah yaitu soal harga PCR," ujarnya.
Baca Juga: Gatot Nurmantyo: Ada Acaman Jelas di Depan Mata Terkait Kebijakan Prabowo Subianto
Menurutnya perbandingan harga ekonomi PCR dunia dengan Indonesia cukup jomplang.
"Sebetulnya di bulan-bulan pertama saja sudah ketahuan. India itu cuma segitu, Indonesia kenapa 20 kali lipat itu," katanya
Rocky Gerung Menambahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnys sudah curiga, dan mestinya ada pembisik yang bilang kepada Jokowi.
Baca Juga: Refly Harun: Bang Rizal Ramli Keliru dan Harus Kembali Memuji Putusan MK
"Jadi selama satu setengah tahun itu tidak dianggap sebagai ketidaknormalan, maka artinya Presiden Jokowi tahu pembusukan itu," ungkap Rocky Gerung.***