ZONA PRIANGAN - Ahli hukum tata negara dan pengamat politik Refly Harun menilai ucapan Presiden Rusia Vladimir Putin yang menegaskan bahwa menghina Nabi Muhammad tidak dianggap sebagai kebebasan berekspresi, sebagai sikap seorang pemimpin negara yang keren.
"Sebelumnya Rusia ini adalah saham terbesar dari Uni Soviet. Jadi Uni Soviet, negaranya dijuluki 'Negara Tirai Besi' ya, kalau China kan cuma 'Negara Tirai Bambu'. Tirai Besi karena saking ketatnya. Kemudian dikuasai oleh kekuasaan komunis, setelah Revolusi Bolshevik tahun 1918 kalau tidak salah ya, di awal abad 20 dan di awal abad ke 20 juga Turki Usmani jatuh ya. Sehingga muncul negara-negara republik baru," kata Refly Harun di channel YouTube Refly Harun yang tayang live pada Sabtu malam, 25 Desember 2021.
Lebih lanjut Refly Harun mengungkap tentang hancurnya Uni Soviet di era 80an ketika Mikhail Gorbachev mengusung kebijakan glasnost (keterbukaan) dan Perestroika setelah diangkat jadi Sekjen Partai Komunis Uni Soviet.
Glasnost diharapkan dapat memicu dialog dan keterbukaan, sementara perestroika diharapkan memicu kebijakan pasar bebas semu bagi industri milik negara.
"Tapi jangan lupa tahun 80an Glasnost dan perestroika telah menghancurkan Uni Soviet. Jadi, ya hanya bertahan sebagai negara komunis hanya puluhan tahun saja dan kita telah melupakan Uni Soviet sebagai negara komunis dan pecahan Uni Soviet terbesar yaitu Rusia ya. Ibukota Uni Soviet, tempat Kremlin di sana, tempat Istana Merah di sana," tambahnya.
Menurut Refly, ini keren karena kita tahu bahwa Rusia atau Uni Soviet (sebelumnya) adalah negara komunis yang tentu tidak didasarkan pada pengakuan terhadap agama.
Tapi sekarang telah berubah 180 derajat, bahkan terlontar dari mulut seorang Putin yang secara spesifik mengatakan, hinaan terhadap Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam itu bukan kebebasan berekspresi. Yang belum kita dengar dari negara seperti Amerika Serikat yang tentu tidak menjadi negara komunis sebelumnya.***