Hingga Bulan Juni 2020, Ada 2.000 Janda Baru di Garut

- 6 Juli 2020, 21:26 WIB
WAKIL Ketua PA Garut, Asep Alinurdin.*/AEP HENDY/KABAR PRIANGAN
WAKIL Ketua PA Garut, Asep Alinurdin.*/AEP HENDY/KABAR PRIANGAN /

Majelis hakim juga hanya ada 10 orang, padahal idealnya harus ada 20 dengan perkara yang tinggi seperti yang terjadi selama ini.

Hal itulah kata Asep yang menyebabkan seringnya terjadi keterlambatan penanganan kasus perceraian selama ini.

Baca Juga: Satgas Citarum Harum Membangun Tungku Pembakaran Sampah

Apalagi yang ditangani di PA bukan hanya kasus perceraian tapi juga perkara lainnya di antaranya isbat nikah (menikah secara sah menurut agama untuk mendapatkan pengakuan dari negara) dan dispensasi nikah (perkawinan di bawah umur) meskipun angkanya tak begitu tinggi.

Dikatakan Asep, kasus perceraian di Garut mayoritas terjadi akibat faktor ekonomi. Seringnya muncul perselisihan faham menyebabkan terjadinya pertengkaran antara pasangan suami isteri.

Parahnya lagi, tutur Asep, pertengkaran yang terjadi bukan hanya sebatas percekcokan mulut akan tetapi juga sampai terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal ini kian menambah besarnya peluang mereka untuk memilih bercerai.

Baca Juga: Chikungunya Mewabah, Ratusan Rumah Warga Parungsari Penuh Asap

Asep menjelaskan, kepada setiap pasangan yang mengajukan untuk bercerai, pihaknya selalu mengupayakan untuk mempertimbangkannya kembali melalui proses mediasi. Namun tingkat keberhasilan dari upaya mediasi ini dinilainya sangat kecil bahkan masih di bawah 1 persen.

"Sangat kecil kemungkinan untuk busa rujuk kembali bagi pasangan yang mengajukan gugatan cerai. Kalaupun ada yang kembali rujuk setelah dilakukan proses mediasi, hal itu sangat jarang terjadi," katanya.

Saat proses mediasi dilakukan, tambah Asep, lebih dari 80 persen baik dari pihak penggugat maupun tergugat tidak hadir. Ini juga yang menjadi kendala upaya untuk merujukan kembali mereka.

Halaman:

Editor: Parama Ghaly


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x