Wisata Alam di Majalengka Berpotensi Rusak Lingkungan, Tak Berdampak Pada Perekonomian Warga Sekitar

- 9 November 2020, 20:33 WIB
Di masa pandemi, anggota kepolisian berjaga di lokasi wisata Panyaweuyan, Majalengka./ZonaPriangan.com/Dok. Rachmat Iskandar
Di masa pandemi, anggota kepolisian berjaga di lokasi wisata Panyaweuyan, Majalengka./ZonaPriangan.com/Dok. Rachmat Iskandar /

ZONA PRIANGAN - Maraknya pembangunan wisata alam di wilayah Kabupaten Majalengka dianggap tak bijak dalam mengelola kawasan lingkungan, terutama di wilayah-wilayah yang rentan terjadi longsor serta kawasan yang gundul.

Saat ini wisata hanya sekedar mengekploitasi keindahan dan menarik banyak pengunjung, namun banyaknya pengunjung yang datang tidak berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar.

Untuk itu pengelolaan dan pembangunan wisata harus memiliki kajian yang menyeluruh, tidak sekadar membangun dan menarik retribusi.

Baca Juga: Kendaraan Taktis GI-One, untuk Kebutuhan di Berbagai Medan, Dirancang oleh Pembuat Maung 4x4

Hal tersebut disampaikan anggota DPRD Jawa Barat, Pepep Saeful Hidayat dari daerah pemilihan Subang Majalengka Sumedang, yang menyesalkan banyaknya pembukaan wisata alam di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang menjadi hutan lindung serta kaki Gunung Ciremai lainnya, yang dianggapnya mengabaikan konservasi alam.

Dia mencontohkan pembukaan wisata alam Kanaga, Panyaweuyan dan Sayang Kaak yang berada di kaki Gunung Ciremai serta masuk pada kawasan hutan lindung yang tidak diperbolehkan merusak, bahkan mengambil kayu kering sekalipun atau mendirikan bangunan permanen.

“Wisata alam Panyaweuyan, di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, memang indah. Namun disana kontur tanahnya sangat labil dan mudah longsor. Ketika kawasan lahan tersebut terus diekploitasi secara masif akan mengundang banyak orang untuk berkendaraan datang ke sana," ujar Pepep.

Baca Juga: Masalah Lama Muncul Lagi, Musim Tanam Datang, Tapi Pupuk Tidak Bisa Dibeli Jika Tak Punya Kartu Tani

"Itu akan terjadi getaran dan tak bagus buat tanah. Ketika terjadi getaran yang terus menerus tidak menutup kemungkinan tanah akan sangat mudah longsor. Itu dari sisi alam,” ungkap Pepep, yang menyarankan kawasan tersebut ditanami pohon keras agar konservasi tetap terjaga.

Hal lain menurutnya, semua stakeholder harus mulai berpikir bagaimana keindahan alam Panyaeuyan bisa menjadi penggerak ekonomi, ketika wisatawan datang ke sana harus bisa melakukan transaksi antara wisatawan dengan masyarakat, sehingga produk unggulan harus diberikan.

Harus ada pemberdayaan masyarakat lokal, bagaimana masyarakat di sana menerima manfaat dari kehadiran wisatawan. Sementara Amdal juga harus benar-benar diperhatikan sehingga tidak menganggu dan mengancam masyarakat yang ada di bagian bawah.

Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Jabar Jenuh Jalani Karantina, Tapi Tetap Memonitor Distribusi Bantuan Sosial

“Mungkin masih ingat dibenak masing-masing ketika longsor Gunung Geger Halang dulu yang menimbun dan ratusan orang, karena lahan yang gundul,” katanya.

Jadi, menurutnya analisa dampak lingkungan harus benar-benar jelas, ketika orang banyak berkunjung tindakan apa yang dilakukan sebagai penyeimbangnya. Pemanfaatan sumber daya alam harus tetap memperhatikan kearifan lokal

Pepep memberi solusi jika tetap dipaksakan Panyaweuyan menjadi obyek wisata, sebaiknya dibangun selter di bagian bawah sehingga tidak semua kendaraan masuk ke puncak gunung, ketika pengunjung naik bisa menggunakan kendaraan milik masyarakat.

Baca Juga: Densus 88 Amankan Enam Terduga Teroris Jaringan Sumatera

Demikian halnya di objek wisata Kanaga atau Sayang Kaak dan yang lainnya yang menggunakan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai yang statusnya sebagai hutan lindung. Pengelola TNGC harus benar-benar memperhatikan ekosistem yang ada. Flora dan Fauna tetap terjaga eksistensinya.

“Jika lahan terus diekploitasi air ke bawah habis, longsor akan mengancam,” kata Pepep. Membangun kawasan wisata tidak perlu merusak alam, dan tidak pula mengandalkan retribusi.

Namun bagaimana orang banyak berkunjung dengan rasa senang hati dan mereka bisa berbelanja beragam barang di tempat wisata serta bisa berlama-lama berada di sebuah kawasan. Pendapatan yang diperoleh Pemda bisa dari pajak bukan retribusi masuk kawawan wisata.***

Editor: Didih Hudaya ZP


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x