Sarung Majalaya Masih Menumpuk Pabrik Tetap Beroperasi, Opa Teguh: Kasihan Sama Pekerja

23 Juli 2020, 08:50 WIB
KARYAWAN mengemas sejumlah sarung khas Majalaya yang masih menumpuk belum dipasarkan.*/ENGKOS KOSASIH/GALAMEDIA /

ZONA PRIANGAN - Seorang pelaku usaha dalam bidang produksi tekstil di Majalaya Opa Teguh mengatakan para pelaku usaha tekstil di Kecamatan Majalaya, Paseh dan Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung masih terpuruk dalam menjalankan usaha sehari-harinya.

Pasalnya, pemasaran barang belum secara signifikan mendorong upaya pemulihan operasional perusahaan akibat pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung empat bulan ini.

"Sampai saat ini, produksi tekstil yang dihasilkan sebelum pandemi Covid-19 masih menumpuk dan belum secara normal bisa dipasarkan. Ditambah produksi yang dihasilkan selama pandemi Covid-19, sehingga barang terus menumpuk," keluh Opa di Majalaya, Rabu 22 Juli 2020.

Baca Juga: Aktivis PMII Kecewa RUU PKS Ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020

Ia mengatakan, perusahaan yang saat ini masih operasional itu, memanfaatkan bahan baku yang dibeli dan disiapkan sebelum pandemi Covid-19.

"Kalau saat ini masih ada perusahaan yang operasional, tingkat produksinya dikurangi yaitu hanya mencapai 25-50 persen. Soalnya kalau semakin banyak produksi, barang akan terus menumpuk dan pemasarannya belum normal," ungkapnya.

Opa mengatakan, sejumlah pabrik tekstil yang masih bertahan itu, khususnya memproduksi sarung dan kain karena kasihan kepada para karyawan.

Baca Juga: Tes Darah Bisa Mendeteksi Kanker Setahun Sebelum Ada Gejala

Terlebih lagi sebelumnya, pihak perusahaan sudah melakukan efisiensi pekerja dengan cara mengurangi jumlah karyawan.

"Operasional perusahaan pun, kini memanfaatkan bahan baku yang masih tersisa," katanya.

Opa mengungkapkan, untuk memulihkan perekonomian di bidang pabrik tekstil yang saat ini masih dipertahankan oleh para pengusaha pribumi itu, harus ada sebuah terobosan atau langkah-langkah dari pemerintah.

Baca Juga: Adde Rosi Resmikan Pokja Bunda PAUD Banten

Di antaranya mengurangi barang-barang import berupa produksi tekstil yang masuk dari luar negeri.

"Jika import barang tekstil dikurangi, inshaa Allah produksi dalam negeri, khususnya produksi tekstil akan menggeliat. Yang menjadi persoalan saat ini, barang impor harga belinya lebih murah, ketimbang produksi dalam negeri," tuturnya.

Menurutnya, yang menjadi perbedaan harga antara produksi impor dengan barang lokal itu, berkaitan dengan proses produksi yang dihasilkan perusahaan.

Baca Juga: Misteri Penampakan Hantu di Kastil Kuno Masih Membingungkan para Pakar dan Paranormal

Misalnya, pengusaha lokal di Majalaya, untuk memproduksi sarung itu harus membeli bahan baku benang dari pihak lain. Sehingga biaya produksi dan harga jualnya pun disesuaikan.

"Berbeda dengan di luar negeri, dari mulai pengolahan kapas menjadi benang, selanjutnya diproduksi menjadi kain, berada pada kawasan yang sama, sehingga biaya produksinya lebih murah hingga pemasaran produk jadi," katanya.

Lebih lanjut Opa menuturkan, para pengusaha lokal untuk mempertahankan usahanya itu, di antaranya ada yang ngamaklun.

Baca Juga: Umuh Muchtar Sejatinya Bobotoh Asli Persib

Artinya, pihak pengusaha hanya menyediakan mesin tekstil, bangunan dan tenaga kerja. Sedangkan bahan baku benang dan barang-barang lainnya dikirim oleh pemilik barang tersebut.

"Pemilik mesin dan bangunan hanya mengandalkan dari hitungan produksi per kodi, setelah diambil biaya tenaga kerja, pembayaran listrik dan suku cadang. Tapi dengan cara ngamaklun pun dituntut harus memperbanyak produksi karena untuk mengimbangi biaya penggunaan listrik dan pembayaran tenaga kerja," katanya.

Selain dengan cara ngamaklun, imbuh Opa, ada di antara pelaku usaha pabrik tekstil yang mencoba mengembangkan usaha pertanian hortikultura.

Baca Juga: Warga Ciheulang Hibahkan Lahan untuk Pembangunan Jalan Tembus

Dengan harapan dari hasil penjualan produksi pertaniannya itu bisa memenuhi kebutuhan operasional pabrik tekstil.

Para pengusaha pabrik tekstil juga tidak ingin menghentikan usahanya, sementara usahanya itu warisan yang turun temurun dari keluarganya.

Apalagi Majalaya itu terkenal dengan produksi tekstilnya sampai ke berbagai negara.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Dari China Siap Diujicoba di Indonesia

"Jadi jika kita mampu mempertahankan usaha pabrik tekstil ada kebanggaan tersendiri. Sementara kalau berbicara laba disaat pandemi Covid-19, rasanya bagi kami sudah bisa bertahan juga sudah untung," ungkapnya.

Opa juga belum bisa memastikan sampai kapan pandemi Covid-19 ini berakhir. Menurutnya, jika wabah ini segera berakhir, perekonomian pada bidang pertekstilan bisa kembali bangkit.

"Pasalnya, banyak pertokoan yang mengurangi pembelian produksi tekstil. Mungkin untuk saat ini, warga lebih mengutamakan kebutuhan sembako, ketimbang kebutuhan sandang," katanya.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler