Pupuk Bersubsidi Hilang Misterius, Berpotensi Realisasi Ketahanan Pangan Jadi Dongeng

- 16 Juli 2020, 08:15 WIB
MUSIM tanam padi, pupuk bersubsidi hilang misterius di Kota Banjar. Kondisi ini membuat petani merana.*/DEDE IWAN/KABAR PRIANGAN
MUSIM tanam padi, pupuk bersubsidi hilang misterius di Kota Banjar. Kondisi ini membuat petani merana.*/DEDE IWAN/KABAR PRIANGAN /

ZONA PRIANGAN - Ketahanan pangan terus menerus digelorakan kepada masyarakat ditengah pandemi Covid-19.

Kondisi ini dirasakan petani berbanding terbalik. Karena imbauan ketahanan pangan itu, tak disertai pemenuhan sarana prasarana peningkatan produksi.

Seperti ketersediaan pupuk yang ideal sesuai kebutuhan petani dan jaminan pembelian gabah petani dengan harga mahal belum terwujud.

Baca Juga: Polsek Jatibarang Gelar Diskusi Hukum Jelang Pilkada 2020

Kenyataan pengalaman pahit petani, dirasakan berulang-ulang setiap tahun belakangan ini.

Akibatnya, banyak petani hanya menjadi "daki", tak meraih untung. Kalaupun ada petani berdasi, hanya segelintir orang saja.

Menurut seorang petani sekaligus Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kec Purwaharja, Otong Revolusianto, nasib petani selalu merugi.

Baca Juga: Modal Rp 35 Ribu Bisa Menikmati Wisata Snorkeling dan Diving di Pantai Pasir Putih

Peristiwa rugi ini terus menerus dialami mayoritas petani setiap musim tanam dan panen belakangan.

Otong mengungkapkan, biaya pengeluaran untuk pengolahan lahan dan pemeliharan, termasuk pemupukan dan pestisida, per 100 bata itu sebesar Rp 1,2 juta.

"Sementara, harga penjualan gabah kering giling sebesar Rp 450 ribu per kuintal. Kenyataan ini, jelas petani rugi dan harus nombok modal. Karena, biaya pengeluaran lebih besar dibanding pendapatan hasil panen," ujar Otong, Rabu 15 Juli 2020.

Baca Juga: Nunggak Pajak, Tower Seluler di Desa Cipanas Sumedang Dipasangi Spanduk Peringatan

Selain permasalahan itu, dikatakan dia, petani selalu dihantui hama dan penyakit. Seperti kehadiran wereng cokelat dan keong mas.

"Gara-gara keong mas merajalela, menyerang tanaman padi yang baru ditanam, banyak petani di kawasan Purwaharja yang menanam padi sampai tiga kali dalam satu musim," ujarnya.

Selain itu, petani di Kota Banjar sekarang ini banyak yang merasakan kesulitan mencari pupuk bersubsidi. Seperti, pupuk ponska dan SP 36.

Baca Juga: Xiaomi Memperkenalkan Teknologi Wired Fast Charging

Pupuk bersubsidi hilang misterius. Peristiwa hilangnya tersebut, saat petani membutuhkan pupuk. Tepatnya, tanaman padi berusia antara satu sampai dua minggu.

"Akibat tidak tersedianya pupuk itu, otomatis berakibat buruk terhadap pertumbuhan tanaman padi. Mungkin saja nantinya jadi tanaman padi kerdil mirip bonsai," ujar Otong.

Lebih jauhnya lagi, dikatakan dia, akibat tanaman padi kurang pupuk, itu dipastikan mengalami gagal panen.

Baca Juga: Delapan Stadion Resmi Digunakan Untuk Piala Dunia 2022 Qatar

Menurutnya, jika hasil panen tak maksimal, secara otomatis upaya merealisasikan ketahanan pangan itu hanyalah jadi cerita atau dongeng belaka saja.

"Kami mendukung aparat penegak hukum turun tangan, menelusuri kelangkaan dan distribusi pupuk bersubsidi di Banjar. Kami khawatir yang bermain, melakukan penimbunan pupuk itu," ujar Otong.

Ketua HKTI Kota Banjar, Kusnadi, mengatakan, aspirasi dan keluhan petani terkait pupuk bersubsidi yang hilang dipasaran sudah disampaikannya ke DPRD Kota Banjar.

Baca Juga: Akibat Pandemi, Angka Kemiskinan di Jawa Barat Meningkat

" Saat itu, aspirasi disampaikan kepada Komisi 2 DPRD Banjar. Kami berharap kelangkaan pupuk segera ditanggulangi. Demi meningkatkan pendapatan dan kesejatraan petani di Kota Banjar," ujar Kusnadi.

Ketua Komisi 2 DPRD Kota Banjar, Jojo Juarno, merespon positif aspirasi petani yang berkembang.

"Kondisi darurat pupuk, seharusnya cepat dicari solusi. Untuk itu, dijadwalkan sidak secepatnya ke distributor dengan harapan kebutuhan pupuk petani bisa segera diatasinya," ujar Jojo kepada wartawan Kabar Priangan Dede Iwan.***

Editor: Parama Ghaly


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x