Cina Ingin Kuasai Wilayah Indonesia Lewat Klaim Laut China Selatan, AS: Mirip Nazi

5 Desember 2020, 09:04 WIB
KEPALA Badan Intelijen AS sebut Cina jadi ancaman terbesar setelah Nazi.* /XINHU/

ZONA PRIANGAN - Pergerakan Cina untuk menguasai dunia makin kentara dan itu mendapat pantauan Amerika Serikat (AS).

Direktur Intelijen Nasional AS, John Ratcliffe merasa khawatir dengan apa yang dilakukan Cina belakangan ini.

Bahkan AS sudah mewaspadai Cina sebagai salah satu negara yang bisa menggeser pengaruh AS di dunia.

Baca Juga: Kebangkitan Komunis Menguat, Mulai Tercium Masuk Dalam Urusan Militer

Artikel ini sebelumnya sudah tayang di zonajakarta.com dengan judul "Beijing Ingin Kuasai Dunia, Kepala Badan Intelijen AS Sebut China Jadi Ancaman Terbesar Setelah Nazi"

Ratcliffe mencontohkan, ekspansi wilayah Cina yang semakin agresif di perbatasan India atau mengklaim sejumlah wilayah di Laut China Selatan hingga ke Indonesia.

Percik-percik konflik terjadi di sepanjang wilayah Laut China Selatan dan AS tidak membiarkan hal itu terjadi.

Baca Juga: Aglonema Dieffenbachia Compacta Disukai Ibu-ibu Karena Corak Daunnya Menarik

Mengutip dari Bloomberg, Direktur Intelijen Nasional John Ratcliffe, menyatakan bila China merupakan ancaman terbesar bagi AS dan demokrasi di seluruh dunia sejak Nazi di Jerman.

Ia pun mengimbau bagi para pembuat kebijakan harus bersiap untuk periode konfrontasi yang berkepanjangan dengan Beijing.

"Cina merupakan ancaman terbesar bagi Amerika saat ini, dan ancaman terbesar bagi demokrasi dan kebebasan di seluruh dunia," tulis Ratcliffe dalam sebuah opini di Wall Street Journal pada Kamis 3 Desember 2020.

Baca Juga: Keladi Tikus Harganya Cuma Rp 20.000, Daun Cantiknya Memiliki Zat Antivirus

Secara terang-terangan, kepala mata-mata tertinggi AS itu menyebut Cina berusaha menguasai dunia.

"Intelijennya jelas, Beijing bermaksud untuk mendominasi AS dan seluruh planet secara ekonomi, militer, dan teknologi," lanjutnya.

Ratcliffe tak sendiri, komentar serupa juga pernah dilontarkan pejabat tinggi administrasi Trump lainnya, termasuk Menteri Luar Negeri Michael Pompeo dan Jaksa Agung William Barr.

Baca Juga: Virus Covid-19 Mirip dengan Virus Flu Biasa, Hati-hati kalau Hidung Kehilangan Fungsi Penciuman

Pompeo bahkan menyebut Cina akan menjadi mimpi buruk kepemimpinan yang rakus, yang berniat menghancurkan demokrasi itu sendiri.

Pernyataan itu mencerminkan peran utama Cina dalam pandangan pemerintah yang pergi dari strategi keamanan nasional AS, melebihi Rusia.

"Cina harus menjadi fokus keamanan nasional utama Amerika ke depannya," kata Ratcliffe.

Baca Juga: Rajin Berjalan Kaki Bisa Meredakan Nyeri Sendi dan Masalah Pertulangan

Tak bisa dimungkiri, di masa lalu Cina menjadi negara dengan kekuatan yang besar.

Meski sudah jauh berbeda dari 100 atau bahkan 1000 tahun yang lalu, tak menutup kemungkinan bila sejarah akan terulang.

Kebijakan serta praktik luar negeri dari dinasti besarnya dapat memberi kita wawasan tentang bagaimana para pemimpin Cina modern dapat menggunakan kekuatan mereka yang semakin meluas di masa depan.

Baca Juga: Di Bukit Teletubbies Kawasan Bromo, Wisatawan Harus Hati-hati saat Memakan Bakso, Ini Penjelasannya

Dapat beragam tudingan atas aksinya yang gemar klaim wilayah negara lain, Pemimpin Tiongkok Xi Jinping justru mengaku tidak berusaha membuat konflik.

Pernyataan ini diungkapkan Xi Jinping melalui video yang disiarkan saat rapat PBB yang digelar secara virtual pada bulan September 2020 lalu.

"Kami tidak pernah mencari perbedaan, ekspansi wiliyah, atau kekuasaan. Kami tidak memiliki niat untuk berperang baik dalam Perang Dingin atau perang panas dengan negara mana pun," kata Xi Jinping yang dilansir NDTV.

Baca Juga: Saat Kolam Dikuras, Ikan Dewa di Cibulan Menghilang, Misteri Itu Belum Terpecahkan

Ia bahkan mengungkapkan selalu berusaha menyelesaikan konflik melalui jalan damai.

"Kami akan terus mempersempit perbedaan dan menyelesaikan perselisihan dengan negara lain melalui dialog dan negosiasi," ungkapnya.

Hal ini tentu bertentangan dengan situasi militer Tiongkok yang semakin memanas dengan negara oposisinya.***(Hani Affifah/Zona Jakarta)

Editor: Parama Ghaly

Sumber: Bloomberg NDTV Zona Jakarta The Atlantic

Tags

Terkini

Terpopuler