Dampak Penggunaan Pupuk Mengandung Kimia, Tanah Cepat Kering dan Terbelah

- 29 Juli 2020, 15:19 WIB
EFEK dari pupuk mengandung bahan kimia, di antaranya permukaan lapisan tanah cepat kering atau keras dan mudah terbelah atau retak.*/ENGKOS KOSASIH/GALAMEDIA
EFEK dari pupuk mengandung bahan kimia, di antaranya permukaan lapisan tanah cepat kering atau keras dan mudah terbelah atau retak.*/ENGKOS KOSASIH/GALAMEDIA /

ZONA PRIANGAN - Sejumlah pihak menilai lahan pertanian dalam beberapa tahun terakhir ini disinyalir sedang dalam kondisi sakit.

Kodisi itu akibat terkontaminasi penggunaan cairan atau pupuk yang menggunakan bahan kimia.

Efek dari pupuk mengandung bahan kimia, di antaranya permukaan lapisan tanah cepat kering atau keras dan mudah terbelah atau retak.

Baca Juga: Saat Kolam Dikuras, Ikan Dewa di Cibulan Menghilang, Misteri Itu Belum Terpecahkan

Untuk memulihkan dan mengembalikan kesuburan tanah tersebut, para petani perlu mendapat pemahaman untuk mengurangi penggunaan bahan kimia.

Pembinaan pun dilakukan oleh Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Wilayah IV Bandung dan Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Bandung.

Dalam pembinaan dilibatkan juga, petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).

Baca Juga: Waktu Padi Ngetop, Aghniny Belum Lahir, Sekarang Dipercaya Jadi Model Klipnya

Kegiatan pembinaan diikuti para petani padi, palawija dan hortikultura yang tersebar di Kabupaten Bandung.

Anggota Babinsa dan Bhabinkamtibmas Desa Citaman bersama para petani turut serta dalam gerakan pengendalian OPT tersebut.

Kondisi tanah sedang sakit itu sempat diungkapkan Koordinator Satuan Pelayanan BPTPH Wilayah IV Bandung Wargiman didampingi Kasi Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Ir. Agus Lukman.

Baca Juga: Empat Organisasi Seniman Terima Bantuan Paket Sembako

Hal yang sama dituturkan oleh Koordinator POPT Kabupaten Bandung Dadang dan petugas PPL saat melaksanakan gerakan pengendalian hama tanaman pada tanaman jagung di kelompok tani Karya Tani Mandiri di Blok Kurubuk Desa Citaman Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung Jawa Barat Rabu 29 Juli 2020.

Pada saat itu hadir sejumlah petani jagung yang langsung melakukan penyemprotan untuk membasmi hama tanaman atau organisme pengganggu tumbuhan jenis ulat grayak. Selain OPT bakteri hawar daun dan belalang.

Di kawasan tersebut seluas 1.837 hektare lahan pertanian jagung dengan berbagai varietas itu, mulai dari tanaman jagung usia muda dan jelang panen.

Baca Juga: Di Benda Kerep, TV dan HP Dilarang, Sulit Jalankan Pembelajaran Daring

Usia tanaman jagung antara 90-110 hari yang dikendalikan dari OPT itu, dengan harapan produksinya bisa mendongkrak ekonomi masyarakat petani.

Wargiman mengatakan, secara umum kondisi lahan pertanian sedang dalam kondisi sakit itu, bisa disebabkan karena terkontaminasi pestisida.

Untuk itu dengan adanya penerapan pengendalian hama terpadu dengan menggunakan pestisida organik diharapkan dapat mengembalikan kesuburan tanah dari kondisi tanah yang sedang sakit.

Baca Juga: Peniru Elvis Pecahkan Rekor Bernyanyi Selama 50 Jam

"Termasuk dalam penggunaan pupuk organik dapat mengobati tanah yang sedang sakit," kata Wargiman di sela-sela gerakan pengendalian OPT pada lahan tanaman jagung, Rabu siang.

Wargiman kembali menegaskan, untuk mengembalikan kondisi tanah yang kurang subur menjadi subur itu, sarana produksi pertanian harus menggunakan pupuk organik.

Hal itu dalam upaya mengembalikan kondisi alam, khususnya pada lahan pertanian yang sakit kembali subur untuk bercocok tanam.

Baca Juga: Warga Cadas Ngampar Kota Cirebon Sulit Mendapatkan Air

"Dalam pengendalian hama tanaman pun diusahakan para petani menggunakan pestisida nabati, yaitu dari bahan tanaman," ungkapnya.

Ia memperkirakan kondisi tanah sudah kritis itu, diperkirakan sejak 5 sampai 10 tahun lalu. Karena itu, para petani harus mengurangi penggunaan pupuk yang mengandung bahan kimia.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Ir. H. A Tisna Umaran M.P., melalui Kasi Perlindungan Tanaman Ir. Agus Lukman, mengatakan, dengan kondisi tanah sakit atau kurang subur secara otomatis berpengaruh pada produksi pertanian.

Baca Juga: Minta Upah Sesuai UMK dan Jaminan BPJS, Juru Parkir Justru Dipecat

"Dampak dari lahan pertanian kurang subur, biaya pengolahan lahan pertanian pun tinggi, sementara produksi kurang," katanya.

Dalam kondisi tanah kurang subur itu, Tisna Umaran mengungkapkan, tanah rawan longsor akibat daya ikat air kurang disaat turun hujan.

Para petugas pertanian pun mengamati, ketika penggunaan pupuk kimia lebih banyak pada lahan pertanian padi sawah, lahan sawah pun mudah keras dan cepat belah.

Baca Juga: Karena Ingin Banyak Bermain, Deni Sopandi Pilih Persikab Ketimbang Persib

"Produksi pertanian pun bisa turun antara 10-20 persen. Maka untuk meningkatkan ketahanan pangan, para petani lebih ramah dalam penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan produksi pertanian," ungkapnya.

Dalam upaya mengembalikan kesuburan lahan tersebut, imbuh Tisna Umaran, para petugas POPT, PPL terus bergerak ke lapangan untuk memberikan penyuluhan, pembinaan dan bimbingan kepada para petani.

Hal itu dalam upaya memberikan informasi terkait pengolahan lahan pertanian. Memang untuk mengajak para petani dalam penggunaan pupuk organik secara masif di lapangan itu tidak mudah.

Baca Juga: Tips Berendam di Kolam Air Panas, Jangan Terlalu Banyak Melakukan Gerakan

Meski demikian, para petugas pertanian berusaha kerja keras untuk melakukan pengembangan agen hayati dan non kimia yang bersumber dari alam dalam meningkatkan kesuburan tanah. Terutama dalam pengendalian hama tanaman.

"Untuk diketahui, saat melaksanakan gerakan pengendalian hama tanaman itu, ada yang dinamakan predator atau musuh alami. Misalnya, elang, ular dapat memangsa hama tikus. Begitu juga dengan burung hantu, bisa menjadi musuh alami karena dapat memakan hama tikus," ucapnya.

Kembali dikatakan Wargiman, pada masa pandemi Covid-19, pemerintah memberikan perhatian khusus pada sektor pertanian.

Baca Juga: Irwasda Polda Jabar Cek Sejumlah Tempat saat Uji Petik AKB

Di antaranya, berencana melaksanakan gerakan pengendalian OPT melalui program padat karya.

"Di Kabupaten Bandung mencapai seluas 150 hektare yang akan dilaksanakan dalam program padat karya. Di daerah lain sudah turun anggarannya, di Kabupaten Bandung anggarannya belum turun," katanya.

Ia mengatakan, pelaksanaan program padat karya ini, dengan sasaran para petani yang terkena dampak pandemi Covid-19.***

Editor: Parama Ghaly


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah