Kota Tasikmalaya Punya Perda KTR tapi Reklame Rokok Bertebaran di Pusat Kota, Melinda: Itu Lucu

- 31 Agustus 2020, 14:26 WIB
			SEJUMLAH pengendara melintas di depan reklame besar sebuah produk rokok di Pertigaan Tugu Jalan Yudanegara, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya.*/ROMMY ROOSYANA/ZONA PRIANGAN
SEJUMLAH pengendara melintas di depan reklame besar sebuah produk rokok di Pertigaan Tugu Jalan Yudanegara, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya.*/ROMMY ROOSYANA/ZONA PRIANGAN /

ZONA PRIANGAN - Beberapa daerah di Indonesia berusaha melindungi warganya dari paparan asap rokok dengan menerbitkan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR).

Namun tidak semua peraturan daerah itu turut melarang pemasangan iklan berbentuk reklame produk rokok di ruang terbuka yang mudah dilihat anak-anak dan remaja.

Di Kota Tasikmalaya misalnya, kendati telah memiliki Perda Kota Tasikmalaya No 11 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sejumlah ruas jalan di pusat ibu kotanya bertebaran reklame beragam produk rokok.

Baca Juga: Mengaku Petugas KPK, Dua Warga Ciamis Coba Peras Yayasan Penerima Bantuan BNN

Seperti di pertigaan Tugu Yudanegara, billboard besar sebuah produk rokok terpampang di sana.

Begitu juga di sepanjang Jalan Yudanegara, puluhan reklame sejumlah produk rokok dengan beragam bentuk dan ukuran berjejer hingga mendekati sekitar Masjid Agung Kota Tasikmalaya.

Banyaknya reklame rokok yang terpampang di pusat ibu kota tersebut, membuat Pengurus Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Wilayah Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Melinda Amelia angkat suara.

Baca Juga: Pria Cabul, Modus mengambil HP yang Diservis, di Tengah Jalan Mengajak Mesum

Ia menyayangkan Perda KTR di Kota Tasikmalaya tidak turut mengatur larangan pemasangan iklan dan reklame di ruang terbuka.

Padahal area-area tersebut setiap harinya bisa dilalui ribuan anak dan remaja.

"Reklame rokok terpampang di setiap sudut tempat-tempat terbuka di pusat kota, kami yakin pengaruhnya akan sangat buruk pada anak-anak dan remaja. Ini juga bisa jadi pemicu meningkatnya perokok pemula di Kota Tasikmalaya," ujar Melinda kepada zonapriangan.com.

Baca Juga: Hati-hati dengan Paket Sembako Murah, Sudah 2.000 Orang yang Tertipu

Perempuan yang juga berprofesi sebagai advokat ini menjelaskan, Pasal 8 ayat (1) Perda Kota Tasikmalaya No 11 Tahun 2018 tentang KTR melarang setiap orang merokok di Kawasan Tanpa Rokok kecuali pada Tempat Khusus Untuk Merokok yang telah ditetapkan.

Sedangkan Pasal 8 ayat (2), melarang setiap orang memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan rokok di Kawasan Tanpa Rokok.

"Ada larangan menjual bahkan sekadar mengiklankan, tapi hanya di kawasan tanpa rokok. Sedangkan di ruang-ruang terbuka yang bisa dengan mudah dilihat oleh anak-anak dan kalangan remaja tidak dilarang. Ini lucu," cetus Melinda.

Baca Juga: Lunar Cruiser, Kendaraan Eksplorasi Bulan Untuk Astronot Jepang

Ia yakin, Pemerintah Kota Tasikmalaya tidak melarang pemasangan iklan dan reklame rokok di ruang terbuka lantaran menjadi salah satu sumber pemasukan dari pajak reklame.

Menurutnya, Pemkot Tasikmalaya mestinya tidak hanya mengejar target pendapatan daerah tetapi mengabaikan dampak buruk terhadap anak-anak dan remaja.

"Catatan kami, di Kota Tasikmalaya sudah banyak anak-anak atau remaja usia 10 sampai 13 tahun yang mulai merokok. Sekitar 60 persen pelajar putra dan putri tingkat SMP-SMA menjadi perokok aktif," bebernya.

Baca Juga: Manchester United Hampir Menyetujui Kesepakatan dengan Ajax untuk Donny van de Beek

Koordinator Divisi Pengaduan dan Respons Kasus Komnas PA Wilayah Kota Tasikmalaya Yeti Suryati menimpali, iklan rokok atau produk tembakau sebetulnya sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Beleid tersebut, kata dia, mengatur pengendalian iklan tembakau di media penyiaran, media teknologi informasi, media cetak, dan/atau media luar ruang.

Selain itu sebut Yeti, Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 telah mengamanatkan negara untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok.

Baca Juga: Deretan Ponsel dengan Spesifikasi Terbaik 2020 Cuma Rp 2 Jutaan

"Alasannya sesuai Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan tegas rokok disebut sebagai zat berbahaya karena bersifat adiktif. Di sini (Kota Tasikmalaya) malah bebas memasang reklame di area publik, bukannya berusaha melindungi anak dari paparan iklan rokok," tandasnya.

Sayangnya, sesal Yeti, di Kota Tasikmalaya belum ada riset yang secara khusus meneliti dampak reklame dan iklan rokok terhadap anak juga remaja.

Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari menyebut, hingga Mei 2020 baru ada 16 kota/kabupaten yang telah melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok melalui beragam peraturan. Ada yang berupa surat imbauan, surat instruksi, peraturan bupati, peraturan wali kota hingga peraturan daerah.

Baca Juga: Perlu Mengasah Kekompakan, Tiga Pemain Muda Persib Bandung Masih Banyak Kekurangan

Bahkan, sejumlah pemerintah daerah (pemda) telah merevisi Perda KTR untuk memasukkan pasal tentang pelarangan iklan rokok, seperti yang telah dilakukan Pemeriintah Kota Depok dan Padang.

"Tujuannya tidak lain untuk melindungi anak dari target industri rokok dan mencegah mereka menjadi perokok pemula," ujar Lisda.

Manajer Komunikasi Komite Nasional Pengendalian Tembakau Nina Samidi mengatakan, pelarangan total iklan baik yang langsung dan tidak langsung, promosi dan sponsor rokok terdapat dalam pedoman organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Baca Juga: Kalahkan EXO dan Red Velvet, BTS Meraih Dua Penghargaan dari MTV Video Music Award

Pengaturan total dapat mengurangi konsumsi produk tembakau dan melindungi masyarakat, khususnya generasi muda, dari taktik pemasaran industri rokok.

“Aturan ini akan menjadi efektif jika larangan dilaksanakan secara lengkap dan berlaku untuk semua kategori pemasaran produk rokok," tegasnya.

Namun jika tidak, kata Nina, industri rokok dapat melakukan berbagai cara menggunakan bermacam-macam media untuk memasarkan produknya.

Baca Juga: Musda Golkar Kabupaten Bandung Barat Cacat Hukum, Alasanya...

Ia menyayangkan Indonesia tidak memiliki peraturan tentang pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor produk rokok yang komprehensif.

“Berbagai media masih bisa menjadi sarana bagi industri rokok memasarkan produknya kepada siapapun, termasuk anak-anak," tandasnya.

Iklan rokok menurutnya, dengan beragam pengemasan ditujukkan untuk anak-anak dan remaja. Tujuannya, mereka dijadikan perokok pengganti bagi mereka yang berhenti merokok karena berbagai alasan, seperti sakit dan wafat.

Baca Juga: Kehadiran Realme 7 Terdeteksi Lewat Live Unboxing

Seruan untuk melarang iklan, promosi, dan dukungan sponsor rokok secara komprehensif sebenarnya sudah pernah dilakukan ketika pembahasan revisi Undang-undang No 32 Tahun 2002 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia periode sebelumnya.

Penelitian Tobacco Control Support Center–Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) tentang Paparan Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok di Indonesia mengungkap masyarakat umum lebih banyak terpapar iklan rokok melalui televisi (83,1 persen), banner (77,50 persen), billboard (69,90 persen), poster (67,80 persen), dan tembok publik (56,50 persen).

Sementara anak dan remaja usia di bawah 18 tahun, lebih banyak terpapar iklan rokok melalui trelevisi (85 persen), banner (76,3 persen), billboard (70,9 persen), poster (67,7 persen), tembok publik (57,4 persen), kendaraan umum (47,3 persen), internet (45,7 persen), koran/majalah (23,6 persen), radio (17,4 persen), dan bioskop (12,4 persen).

Baca Juga: Sempat Merasa Ragu, Lesti DA Akhirnya Mantap Berhijab dan Job Manggung Lancar

"TCSC IAKMI menyarankan pemerintah pusat dan daerah segera membentuk kebijakan pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok secara komprehensif pada media outdoor, indoor, media cetak, dan media elektronik," ujar Ketua TCSC IAKMI Sumarjati Arjoso.

Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Lanny Rosalin menegaskan, aturan pengendalian rokok telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Presiden kata Lanny, dalam arah kebijakan dan strategi tentang pemenuhan layanan dasar RPJMN 2020-2024, sudah mendorong pelarangan total iklan dan promosi rokok.

Baca Juga: Luar Biasa, Seekor Domba Terjual dengan Harga Rp 7 Miliar Lebih

"Marilah kita bersama-sama, sesuai tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah untuk melarang total iklan dan promosi rokok guna menyelamatkan generasi muda Indonesia,” imbau Lanny.

Menurut Lanny, kecenderungan perokok pemula yakni kelompok usia 10 hingga 14 tahun, mengalami kenaikan dua kali lipat selama kurun waktu sembilan tahun.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, perokok anak meningkat menjadi 9,1 persen, padahal target RPJMN turun hingga 5,4 persen.

Baca Juga: Sejak Kecil Suka Nonton Arsenal, Gaya Bermain Thierry Henry Akhirnya Pengaruhi Penampilan Castillion

Ia mengakui satu di antara sekian banyak pemicu kenaikan ini adalah lantaran maraknya Iklan, Promosi dan Sponsor (IPS) rokok di sekitar mereka dan promosi harga rokok yang sangat murah.

Dari catatan KPPPA, hingga 2019 sebanyak 266 kota/kabupaten yang memiliki kebijakan KTR dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda). Kemudian sebanyak 337 kota/kabupaten sudah mencantumkan pasal sanksi dalam peraturan KTR.

Kepala Sub Bidang Pajak Reklame, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, dan Pajak Penerangan Jalan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Tasikmalaya Indah Komariah menyebut reklame yang terpasang di Kota Tasikmalaya lebih dari dua ribu.

Baca Juga: Kebakaran Toko Elektronik, Lima Orang Tewas di Kamar dan Dekat Gardu Listrik

“Dengan segala macam jenisnya, papan toko, bando, dan lain sebagainya. Jumlah reklame ini dinamis, sekarang bisa dua ribu, besok bisa jadi cuma delapan ratus misalnya. (Itu) karena masa berlaku tayang dan pajaknya berbeda-beda,” terang Indah.

Indah mengakui di Kota Tasikmalaya reklame rokok terbilang banyak. Menurutnya, reklame-reklame rokok idealnya menyesuaikan dengan Perda KTR. Namun tentunya kembali lagi kepada regulasi yang mengaturnya.

“Kita OPD (Organisasi Perangkat Daerah) hanya menjalankan regulasi. Kita sesuai dengan alur pimpinan saja, (pimpinan) berkehendak seperti apa, ada aturannya. Ya, kita jalankan,” ujarnya.

Baca Juga: BLT BPJS Ketenagakerjaan Segera Cair, Ini Syarat yang Harus Dipenuhi

Dalam Perda KTR jelasnya, tidak ada klausul yang mengatur larangan pemasangan reklame rokok di daerahnya.

“Tidak jelas, (Perda KTR) hanya mengharuskan menyediakan ruang untuk merokok dan melarang pemasangan reklame rokok di kawasan tanpa rokok. Enggak ada yang mengatur reklame rokok enggak boleh di tempat terbuka,” tandasnya.

Reklame rokok di Kota Tasikmalaya sebut Kepala Bidang Pendapatan Asli Daerah (PAD) III Bapenda Kota Tasikmalaya Anne Juliana Widiastuti mencapai 35 persen dari total keseluruhan reklame yang terpasang.

Baca Juga: Kompetisi Karya Tulis Pelajar Terbagi 5 Kategori, Ayo Siapkan Gagasan dan Kreativitas

“Iya, sekitar 35 persen. Di Tasik (Kota Tasikmalaya) juga ada yang besar-besar (berupa) megatron dan videotron,” ungkapnya.

Anne juga membandingkan reklame-reklame rokok di kota lain. “Mungkin bisa dilihat di kota lain juga sepertinya sama, (apalagi) kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta dan kota-kota lainnya,” kilahnya.

Di semua kota besar kata Anne, reklame-reklame rokok sama dipasang di tempat-tempat strategis.

Baca Juga: Update Harga Emas Hari Ini Senin 31 Agustus 2020, Tidak Ada Perubahan Dua Hari Mulai Stabil

“Kalau dilarang di sini (Kota Tasikmalaya) nanti para produsen rokok yang memasang reklame pasti akan membanding-bandingkan dengan daerah lain. Di sana bisa, kok di sini gak bisa?” ujarnya.

Bahkan, pemasang reklame produk-produk rokok ungkap Anne, tetap stabil di tengah pandemi covid-19.

Sedangkan pemasang reklame dari produk lain ada beberapa yang tak diperpanjang akibat pandemi selama empat bulan terakhir.

Baca Juga: Mulai September Dapatkan Kuota Belajar Gratis dari Kemendikbud

Akibat pandemi juga, target refocusing penerimaan PAD reklame tahun ini sebut Anne, hanya Rp2,53 miliar. Menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp3,8 miliar dengan capaian Rp3,875 miliar.

Pelaksana Reklame di Sub Bidang Pajak Reklame, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, dan Pajak Penerangan Jalan Bapenda Kota Tasikmalaya Irin Solihin mengatakan, jika pemasangan reklame rokok dilarang justru akan memicu kemunculan reklame ilegal.

“Yang namanya vendor bangor (nakal), yang rugi siapa? Iklan-iklan tetap dipasang, ditarik (pajak) gak bisa, sementara perusahaan pasti tetap mendesak vendor supaya (iklan) tetap terpasang. Pasti akhirnya kucing-kucingan,” ujarnya.

Baca Juga: Pariwisata Garut Ditutup, Ribuan Warga Bakal Menganggur

Ia mengakui, reklame rokok menjadi andalan pendapatan daerah dari pajak reklame di daerahnya. “Misalkan rokok ditiadakan, udah tamat”

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Kota Tasikmalaya Eki Sirojul Baehaqi mengatakan, lembaganya tengah gencar memonitoring implementasi Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 08 Tahun 2015 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Perda ini kata Eki, di antaranya mengatur bagaimana mewujudkan Kota Tasikmalaya sebagai Kota Layak Anak. Salah satu indikator Kota Layak Anak harus ada kebijakan-kebijakan yang ramah anak.

Baca Juga: Creativ Center Subang Biaya Mahal, Fungsi Tak Maksimal

“Kantor kami pernah di Yudanegara, kami saksikan langsung bagaimana maraknya iklan dalam bentuk reklame produk-produk rokok. Ini sempat jadi bahasan di antara kami,” ujarnya.

Lembaganya, kata Eki, akan mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk merevisi Perda Kota Tasikmalaya No 11 Tahun 2018 tentang KTR agar memasukkan aturan pemasangan reklame rokok di ruang terbuka.

“Kami pernah meminta wali kota untuk membuat aturan turunan berbentuk peraturan wali kota. Tapi tak ada respon,” keluhnya.

Baca Juga: Ini Keajaiban Membantu Anak Yatim yang Membuat Pengurus Yayasan Pena Selalu Semangat

Reklame iklan rokok yang bertebaran di pusat ibu kota diakuinya akan memiliki efek cukup besar pada anak dan remaja. Sebagai upaya perlindungan anak, pihak eksekutif dan legislatif perlu merevisi regulasi. ***

 

Editor: Parama Ghaly


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x