Hari Gini Barter? Nelayan dan Petani Pantura Bisa Membuktikannya

14 Agustus 2020, 15:26 WIB
PENGURUS SNI Pantura menunjukkan sejumlah komoditas dari petani yang dijadikan alat barter dengan nelayan.*/AGUNG NUGROHO/PR /


ZONA PRIANGAN - Kerja sama melalui sistem barter yang dirintis nelayan dan petani di pantai utara (pantura) Jawa Barat makin diperluas. Komoditi yang dipertukarkan pun tambah beragam dan melibatkan makin banyak orang.

"Luar biasa, respons nelayan dan petani sangat tinggi. Ini bisa jadi benteng ketahanan pangan di masa pandemi bagi nelayan dan petani," tutur Budi Laksana Ketua Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Pantura, Jumat 14 Agustus 2020.

SNI kini menggandeng Serikat Petani Indonesia (SPI) Jawa Barat. Terakhir barter atau transaksi ekonomi dengan pertukaran komoditi itu dilakukan di Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Kamis 13 Agustus 2020 kemarin.

Baca Juga: Peternak Bebek Makin Sedikit, Usaha Telur Asin Ibu Suryati Terancam

Ada 200 kilogram beras, sayur bayam, kangkung, sawi dan buah pisang yang dijadikan barang untuk dipertukarkan oleh SPI.

Sedangkan SNI menyediakan ikan olahan Tanjab 79 kilogram, abon tongkol 43 kilogram dan ikan segar etong 10 kilogram.

"Sekarang beragam komoditinya. Sayur, buah dan ikan segar mulai dibarter," tutur Budi.

Baca Juga: Update Harga Emas, Antam, Retro, Antam Batik dan UBS Naik Tipis

Lewat konsep barter, SNI dan SPI sepakat akan melibatkan lebih banyak nelayan maupun petani. Tidak hanya sebatas anggota kedua organisasi itu, untuk nelayan dan petani lain juga sangat terbuka.

SNI dan SPI berencana membuka pasar barter dengan memanfaatkan teknologi digital.

Diharapkan, model barter akan menjadi alternatif ekonomi untuk menolong petani dan nelayan dari tekanan ekonomi akibat wabah Covid-19.

Baca Juga: Jadi Pedagang Kerupuk Itu Rumit, Harus Kerja di Pabrik Tanpa Upah, Begitulah Nasib Orang Kecil

"Kita lagi merintis membuka pasar barter. Karena ini masa pandemi, sementara memanfaatkan teknologi digital," tutur Budi.

Dengan adanya pasar barter, diharapkan akan melibatkan lebih banyak nelayan dan petani. Bahkan bukan tidak mungkin juga melibatkan masyarakat umum, dengan komoditi yang beraneka ragam.

Budi menjelaskan sejumlah lembaga yang kini berpartisipasi aktif dalam sistem barter.

Baca Juga: Tidak Pernah Mengeluh, di Usia Senja Ibu Lilis Semangat Jualan Nasi Kuning

Selain SNI dan SPI, juga Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), termasuk Kelompok Tani Tenajar dan Asosiasi Petani Mangga Kenanga.

Budi menjelaskan, sistem barter ini akan menjadi benteng ketahanan pangan nelayan dan petani, terutama yang kategori kecil. Lewat cara ini, kebutuhan pangan bisa tercukupi tanpa harus mengeluarkan uang.

"Nelayan dapat beras, sayur dan buah atau apa saja produk pertanian, petani dapat ikan segar, olahan hasil laut dan banyak lagi," tuturnya.

Baca Juga: Rangginang Makanan Tradisional, Cemilan Sepanjang Masa

Sistem barter mulai dihidupkan sejak wabah berlangsung. Budi memiliki ide tersebut setelah melihat nelayan tertekan secara ekonomi.

Untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti ketersediaan pangan mengalami kesulitan karena tiadanya uang. Dari situ muncul ide menghidupkan barter dengan menggandeng sejumlah kelompok tani.

"Alhamdulillah, ide barter disambut antusias oleh kelompok petani. Sampai sekarang, barter telah menolong ratusan keluarga nelayan dan petani," tutur Budi.

Baca Juga: Roti Unyil Cucu Sumiati Mulai Dikenal di Cimahi

Sampai sekarang, sudah tercatat nelayan dan petani dari berbagai daerah di Jawa Barat yang ikut sistem barter. Selain Indramayu dan Cirebon, ada juga dari Subang, Karawang, bahkan petani dari Bandung.***

Editor: Parama Ghaly

Tags

Terkini

Terpopuler