"Sehingga barang susah sampai on time, selain mereka harus cari jalan memutar sehingga menjadikan harga bahan baku naik," ungkapnya.
Selain itu, lanjut Ning, masih ada perbedaan persepsi atas aturan 50 persen instruksi Mendagri Nomor 18 tahun 2021.
"Pada poin e disebut dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf hanya di fasilitas produksi atau pabrik, serta 10 persen untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional," paparnya.
Sementara di sisi lain, perusahaan melakukan sistem kerja shift dengan kapasitas 50 persen dan menerapkan prokes.
Hal itu dilakukan karena banyak perusahaan yang harus mengejar pesanan ekspor agar mampu membayar gaji karyawan di tengah situasi sulit ini. Mereka pun sudah memiliki Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) dan masuk kategori perusahaan esensial.
Sementara menurut Ning, dengan pembagian shift masing-masing 50 persen, harusnya tidak menjadi masalah dikarenakan tidak terjadi kepadatan karyawan. Karena di dalam instruksi Mendagri tersebut tidak dituliskan larangan diberlakukannya shift.
"Tetapi perusahaan ini disidak dan kemudian berurusan dengan hukum, seperti di Sukabumi," katanya.
Apindo, jelas Ning, menyimpulkan masih terjadi ketidaksepahaman dalam menerjemahkan instruksi Mendagri secara lintas instansi dan lintas daerah. Sehingga penerapan di lapangan berbeda dari satu dan lain daerah.