Dedi menambahkan, khusus yang terkait BPA, BPOM telah menetapkan satuan untuk keamanan pangannya sama dengan yang lain yang disebut TDI (tolerable daily intake).
"Di mana, sesuai ketentuan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, batas migrasi maksimal BPA adalah sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg)," ungkapnya.
Pada pertengahan tahun ini, kata Dedi, BPOM juga telah melakukan pengujian terhadap migrasi BPA terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan PC dan menemukan bahwa hasilnya rendah sekali dibandingkan dengan persyaratan kandungan dalam airnya.
"Setelah dihitung ternyata paparannya itu jauh sekali di bawah itu. Artinya relatif aman," ucapnya.
Terkait adanya rencana BPOM untuk meminta kemasan polikarbonat air minum dalam kemasan untuk mencantumkan label ‘berpotensi mengandung BPA’, dia mengusulkan agar itu dibuat pengecualian.
"Kemasan yang sudah memenuhi batas migrasi aman, yaitu 0,6 bpj tidak perlu melabeli kemasannya dengan label bebas BPA," ujarnya.
Sedang untuk kemasan plastik lainnya yang memang dalam proses pembuatannya tidak menggunakan BPA sebagai zat aditif menurutnya juga tidak perlu dibuat mengada-ada dengan melabeli ‘bebas BPA’.
"Karena kemasan lainnya kan tidak mengandung BPA. Yang Policarbonat (PC) itu yang pasti menggunakan BPA dalam proses pembuatannya. Yang bukan PC seperti PET, PVC, atau bahkan kaca kan memang tidak mengandung BPA. Jadi kalau diklaim mengandung bebas BPA kan itu mengada-ada namanya, artinya mengklaim sesuatu yang tidak ada," tukasnya.