Sebabkan Stunting dan Gizi Buruk, YAICI dan IBI Jabar Edukasi Masyarakat tentang Bahaya Konsumsi Kental Manis

- 12 Agustus 2022, 19:23 WIB
Sebabkan stunting dan gizi buruk, YAICI dan IBI Jabar edukasi masyarakat tentang bahaya konsumsi kental manis.
Sebabkan stunting dan gizi buruk, YAICI dan IBI Jabar edukasi masyarakat tentang bahaya konsumsi kental manis. /ZonaPriangan.com/Yurri Erfansyah/

"Program edukasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bidan dalam memberikan pelayanan untuk masyarakat, baik dalam bentuk edukasi gizi maupun membantu merubah perilaku dan kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bergizi," katanya kepada media di Bandung, Rabu, 10 Agustus 2022.

Lebih lanjut Arif menjelaskan, dari hasil observasi YAICI ke berbagai daerah, ditemukan lebih 60% para ibu masih memberikan kental manis kepada sang anak sebagai pengganti susu.

Baca Juga: 142 Cerita Edukasi Gizi dan Fakta Kental Manis Karya Guru PAUD Siap Dibukukan YAICI dan Himpaudi

"Contohnya di Kabupaten Bekasi, dari 192 responden, 156 anak mengkonsumsi kental manis. Sementara yang tidak konsumsi 36%. Sedangkan di Kota Bekasi, dari 231 responden, 146 anak mengkonsumi kental manis. Jadi dari 423 responden, 301 atau 71% konsumsi kental manis," paparnya.

Selain itu, lanjut Arif, menurut survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan prevalensi stunting sebesar 24,4%. Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024, yakni 14%.

"Selain itu menurut Riskesdas 2018, prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8% dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%," ujarnya.

Baca Juga: Lewat Kaleng Susu, Asah Kreativitas Tenaga Pendidik untuk Mendorong Tumbuh Kembang dan Kreativitas Anak

Sementara target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8%, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik.

"Kita Indonesia, sejak jaman Belanda sudah salah persepsi, dimana kental manis dianggap minuman bergizi, padahal ini salah. Bahkan kami yang pertama menggebrak susu kental manis (SKM) pada 2018 lalu," ucapnya.

"Coba lihat sekarang, sudah tidak ada lagi iklan SKM di media cetak, tv, online dan sebagainya. Bedanya di persepsi, sebagai susu, padahal SKM itu adalah sirup beraroma susu, sangat tinggi kadar gula lebih 50 persen," tambah Arif.

Halaman:

Editor: Yurri Erfansyah


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x