Cina Ingin Jadi Tuhan, Menguasai Langit dan Bisa Menentukan Cuaca di Dunia

- 7 Desember 2020, 10:02 WIB
FOTO ilustrasi cuaca di langit.*
FOTO ilustrasi cuaca di langit.* /PEXELS/


ZONA PRIANGAN - Cina serius ingin menjadi Tuhan Dunia. Negara komunis itu, sudah mempersiapkan teknologi mengendalikan langit.

Program ambisius Cina itu, nantinya bisa mengatur cuaca. Langit nantinya diambil alih oleh Cina.

Dalam rancangan termutakhirnya, Cina nantinya bisa menentukan kapan hujan akan turun dan menciptakan salju sesuai keinginan.

Baca Juga: Elsa Ngaku Dihamili Aldebaran, Netizen: Mulut Perempuan Itu Kudu Ditampol

Artikel ini sebelumnya sudah tayang di zonajakarta.com dengan judul "Ingin Jadi Tuhan, China Berambisi Ciptakan Alat Pengontrol Cuaca untuk Atur Hujan dan Matahari".

Mimpi untuk menguasai langit itu sudah lama digagas Cina dan saat ini memasuki proyek lanjutan.

Proyek negara komunis itu keruan saja mengundang kekhawatiran negara barat, termasuk negara adidaya Amerika Serikat.

Baca Juga: Kabar Sedih buat Ibu-ibu Pecinta Tanaman Hias, Aglonema Cutlass di Indonesia Hampir Punah!

Melansir Daily Star, pejabat Cina telah mengumumkan niat besar untuk mengambil alih langit dengan program modifikasi cuaca eksperimental baru.

Tiongkok sudah mulai mengembangkan program pengaturan cuaca yang diklaim mampu mengendalikan langit seluas jutaan kilometer.

Dewan Negara juga menyatakan akan meningkatkan kemampuan program ini untuk menciptakan salju, hujan, atau langit cerah yang indah ke "tingkat lanjutan" pada tahun 2035 mendatang.

Baca Juga: Perayaan Natal: Pohon Cemara Tidak Penting bagi Warga Korea, Justru Benda Ini Harus Ada

Pejabat Cina akan secara drastis memperluas program modifikasi cuaca eksperimental sehingga mencakup area yang lebih dari 1,5 kali luas India.

Menurut sebuah pernyataan, Cina akan memiliki "sistem modifikasi cuaca yang berkembang" pada tahun 2025 berkat terobosan dalam penelitian ini.

Dalam lima tahun ke depan, area yang tertutup salju dan hujan yang telah ditentukan sebelumnya akan mencapai 5,5 juta km persegi.

Baca Juga: Hati-hati, Berkedok Praktik Ruqyah Syariat, Padahal Cuma Jual Jampi-jampi

Sementara lebih dari 580.000 km persegi akan dicakup oleh teknologi pencegah hujan es.

Teknologi ini nantinya digunakan untuk melindungi sistem pertanian, di mana faktor cuaca menjadi satu hal berpengaruh.

Pada tahun 2008 saat acara Beijing Olympic alat ini telah menyemai awan untuk mengurangi kabut asap dan menghindari hujan.

Baca Juga: Bahaya! Jika Vaksin Covid-19 Jatuh dari Pesawat, Kehidupan Manusia Terancam

Langit cerah di ibu kota Cina menjelang pertemuan politik juga disebut-sebut hasil program modifikasi buatan manusia ini.

Kabinet Cina menyatakan akan melanjutkan operasi cuaca buatannya di daerah-daerah penting seperti dataran tinggi Qinghai-Tibet, serta zona perlindungan ekologi utama sungai Kuning dan Yangtze.

The Guardian melaporkan bila para ilmuwan Cina kini juga sedang mengerjakan penelitian "sungai langit".

Baca Juga: Puspa Dewi, Viral di Media Sosial, Usia Kepala Lima Dikenal Sebagai Nenek Cantik

Negara pimpinan Xi Jinping itu diketahui telah membuat sistem modifikasi cuaca baru di dataran tinggi Qinghai-Tibet yang merupakan cadangan air tawar terbesar di Asia.

Penelitian ini bekerja dengan mengalihkan uap air dari cekungan Yangtze ke cekungan sungai Kuning yang kemudian akan bertransformasi menjadi curah hujan.

Rupanya penelitian modifikasi cuaca ini bukan hanya memberikan manfaat tapi dikhawatirkan bisa membahayakan negara lain di sekitar Cina.

Baca Juga: Ibu-ibu Pecinta Tanaman Hias Keluhkan Harga Lidah Mertua yang Kini Tembus Rp 35.000

Pasalnya, upaya untuk merekayasa air langit ini dapat mengurangi kekurangan di bagian utara Cina yang kering.

Tapi ini merupakan mimpi buruk bagi wilayah Asia Tenggara dan India karena proyek itu bisa mempengaruhi aliran sungai Mekong, Salween atau Brahmaputra yang semuanya bersumber dari Dataran tinggi Qinghai-Tibet.

Diketahui bila penelitian modifikasi cuaca ini telah menelan biaya mencapai 1,34 miliar dolar AS (19 triliun) dalam kurun waktu 5 tahun, yakni dari 2012 hingga 2017.*** (Hani Affifah/zonajakarta.com)

Editor: Parama Ghaly

Sumber: The Guardian Daily Star Zonajakarta


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x