Tuntutan Wanita Penghibur Dikabulkan, Lumayan Dapat Kompensansi Rp1 Miliar

- 10 Januari 2021, 07:52 WIB
Para korban perbudakan seks menderita sakit mental dan fisik yang ekstrem.*
Para korban perbudakan seks menderita sakit mental dan fisik yang ekstrem.* /Pixabay/

Setelah pemerintah Jepang menolak mediasi, para korban melayangkan tuntutan secara domestik pada Oktober 2015.

Pengadilan menerima permintaan mereka dan menyerahkan kasus ini ke Pengadilan Distrik Pusat Seoul pada Januari 2016.

Baca Juga: Tiga Relawan Meninggal setelah Menerima Vaksin Covid-19, Dokter: Korban Tewas Tersambar Petir

Namun pemeriksaan pengadilan telah tertunda selama empat tahun karena pemerintah Jepang menolak untuk bekerja sama.

Pada Januari 2020, Pengadilan Seoul memutuskan untuk melanjutkan pemeriksaan pengadilan setelah melalui prosedur yang disebut ‘pelayanan oleh perhatian publik’.

Ketika pengajuan perkara ini dimulai, pemerintah Jepang berdalih bahwa penuntutan perkara seharusnya tidak dilanjutkan.

Baca Juga: Anthurium Superbum, Pohon Langka yang Makin Dicari Ibu-ibu di Tahun 2021

Jepang beralasan ada prinsip imunitas negara, yang mana hukum internasional mengatakan ‘pengadilan di sebuah negara tidak bisa mengadili negara lain sebagai tergugat’.

Dalam jawabannya, pengadilan mengatakan, “Aksi ilegal dalam kasus ini melanggar norma-norma internasional karena aksi anti-kemanusiaan yang direncanakan dan diorganisasikan.”

Ditambahkan, “Kebebasan nasional seperti imunitas negara tidak bisa diterapkan pada kasus ini.”

Halaman:

Editor: Parama Ghaly

Sumber: koreaherald.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x