Perdana Menteri Inggris yang Baru Liz Truss Menebar Ancaman Terhadap China

- 7 September 2022, 05:00 WIB
Liz Truss memberi isyarat di luar markas Partai Konservatif, setelah diumumkan sebagai Perdana Menteri Inggris berikutnya, di London, Inggris 5 September 2022.
Liz Truss memberi isyarat di luar markas Partai Konservatif, setelah diumumkan sebagai Perdana Menteri Inggris berikutnya, di London, Inggris 5 September 2022. /REUTERS/Phil Noble

Baca Juga: Putin Menggandeng India dan China untuk Berperang Menentang AS

Baru-baru ini pemerintah Inggris membatasi keterlibatan China di proyek tenaga nuklir Inggris. Tak cukup hingga di situ, Truss pun menandatangani pakta pertahanan untuk memasok Australia dengan teknologi untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir sebagai upaya Inggris menangkal pengaruh dan kekuatan China yang semakin hari kian membesar.

Bahkan ketika masih menjabat sebagai menteri perdagangan pada tahun lalu, Truss telah mengingatkan Barat soal kemungkinan kehilangan kontrol atas perdagangan global kecuali bersikap keras terhadap China dan mendorong adanya reformasi di tubuh Organisasi Pedagangan Dunia (WTO).

"Jika kita gagal bertindak, maka kita berisiko memecah perdagangan global di bawah tirani terbesar," katanya.

Baca Juga: Kini Giliran Krimea Diincar Tentara Ukraina, Washington dan NATO Beri Restu dan Dukungan Serangan Balasan

Lalu, pada tahun lalu pun, dia meyakinkan sesama menteri luar negeri G7 untuk memasukkan baris komunike penutup mereka yang mengutuk ekonomi China, referensi ke kebijakan invetasi global Beijing yang menurut para kritikus dapat membuat negara-negara miskin terperangkat dalam perangkap hutang.

Untuk menjalankan tugasnya sebagai perdana menteri baru, kemungkinan Truss akan menunjuk menteri luar negeri yang satu visi dengannya, James Cleverly menjadi figur yang cocok untuk mengisi kursi menteri luar negeri dan dibantu oleh Tom Tugendhat sebagai menteri keamanan.

Menurut Charles Parton, mantan diplomat Inggris yang menghabiskan 22 tahun menganalisis China dan sekarang menjadi rekan rekan di think tank Royal United Services Institute, mengatakan meskipun ada kemungkinan China melakukan penarikan investasi, tapi hal itu tidak akan terjadi.

Baca Juga: Jepang Dukung Amerika Serikat di Ukraina, Rusia Geram Arahkan Rudal Bastion dari Arah Pulau Matua

"China bukan dewan amal. Mereka berinvestasi bukan karena menyukai warna mata kita. Ia melakukannya dengan alasan yang sangat spesifik," katanya.

Halaman:

Editor: Toni Irawan

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah