Bagaimana Cara Bertaubat Orang yang Bertato?

- 16 Oktober 2020, 06:25 WIB
Ilustrasi Tatto.
Ilustrasi Tatto. /ilovetattoos/ Pixabay
ZONA PRIANGAN - Gaya hidup seseorang dengan yang lainnya tentu berbeda. Masing-masing pasti akan berusaha menonjolkan sisi perbedaannya.
 
Meski, perbedaan yang ia miliki tidaklah benar dalam pandangan syariat Islam. Seperti halnya bertato.
 
Memang, menggunakan tato bisa membuat seseorang lebih mencolok, artinya menjadi pusat perhatian orang lain. Hanya saja, kita tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala membenci akan hal itu.
 
 
Maka, alangkah lebih baik jika kita meninggalkannya. Sebab, masih ada cara lain yang lebih baik untuk menjadi orang yang dikagumi. 
 
Tapi, bagaimana jika sudah terlanjur menggunakan tato? Apakah ketika ia bertaubat, akan diterima oleh Allah?.
 
Bagaimana pembaca ZonaPriangan.com menyikapinya? 
 
 
Pertama, menggunakan tato hukumnya haram, dan terdapat larangan khusus dari Nabi Muhammad SAW. Dari Abu Juhaifah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau mengatakan, “Nabi Muhammad SAW melaknat orang yang mentato dan yang minta diberi tato,” (HR. Bukhari no. 5347).
 
Karena itu, kewajiban orang yang memiliki tato di tubuhnya, dia harus bertaubat kepada Allah, memohon ampunan dan menyesali perbuatannya. Kemudian berusaha menghilangkan tato yang menempel di badannya, selama tidak memberatkan dirinya.
 
Namun jika upaya menghilangkan tato ini membahayakan dirinya atau terlalu memberatkan dirinya maka cukup bertaubat dengan penuh penyesalan.
 
 
Dan Insya Allah taubatnya diterima oleh Allah, ia pun bisa melaksanakan shalatnya secara sah.
 
An-Nawawi menukil keterangan Imam ar-Rafi’i, “Dalam Ta’liq al-Farra’ dinyatakan: tato harus dihilangkan dengan diobati. Jika tidak mungkin dihilangkan kecuali harus dilukai, maka tidak perlu dilukai, dan tidak ada dosa setelah bertaubat,” (al-Majmu’, 3: 139. Disadur dari Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 28110).
 
Dalam fatwa yang lain, dinyatakan, “Tidak diragukan bahwa mentato badan adalah dosa besar, meskipun demikian hal itu tidak ada pengaruhnya dengan keabsahan shalat,” (fatwa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih, no. 18959). Wallahu ‘alam. ***

Editor: Yudhi Prasetiyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x