Prio Budi Santoso: Buzzer Menjadi Penyakit Demokrasi yang Akut dan Membahayakan

7 Januari 2023, 08:20 WIB
Politisi Nasional yang juga mantan Wakil Ketua DPPRI Prio Budi Santoso. /Zonapriangan.com/Rachmat Iskandar ZP

ZONA PRIANGAN - Pemilihan Umum di tahun 2024 merupakan pemilu terbesar sepanjang sejarah, sebab pemilihan presiden dan pemilu legislatif waktunya bersamaan, setelah itu satu bulan kemudian dilanjutkan dengan pemilihan kepala daerah secara serentak

Dana penyelenggaraan pemilupun demikian besar mencapai Rp 110 triliun, dana yang juga paling besar untuk penyelenggaraan pemilu.

Hal tersebut disampaikan Politisi Nasional yang juga mantan Wakil Ketua DPPRI Prio Budi Santoso usai memberikan seminar dengan tema Aktualisasi Paradigma Administrasi Publik dan Implementasinya pada Pemilu dan Pemilihan di Indonesia Tahun 2024, di Universitas Majalengka, Kamis (5/1/2023).

Baca Juga: Majelis Hakim akan Kunjungi Rumah Tersangka Pembunuhan Brigadir J di Jakarta Selatan

Menurut Prio Budi Santoso, yang menjadi pertanyaan dengan menyedot anggaran sebesar 110 triliun untuk penyelenggaraan pemilu ini akan seperti apa dan bagaimana, yang diharapkan jangan sampai gagal

“jika gagal maka akan rontok semua,” ungkapnya.

Dia berharap tidak mengulang kejadian dipemilu sebelumnya yang mengakibatkan banyak korban penyelenggara pemilu meninggal dunia.

“Banyak petugas penyelenggara pemilu yang meninggal, anggota KPU, anak buahnya di KPPS, Bawaslu, semua berduka, itu kostnya sangat mahal, kita tidak ingin mengulang hal itu,” ungkap Prio.

Baca Juga: Harga Serba Mahal, Cabai Merah-Rawit di Majalengka Naik

Pada pembicaraan antara KPU dengan DPR telah diperintahkan agar bekerja secara maksimal, bener-benar bekerja secara serius namun jangan sampai terjadi korban, karena kerja kerasnya meregang nyawa, meminggal saat bertugas akibat kelelahan atau apapun. Untuk itu aspek keamanan dan aspek kesehatan bagi para penyelenggaran pemilu harus benar-benar terjamin.

“KPU Pusat sudah diwanti-wanti agar memastikan seluruh aparatnya hingga ditingkap paling ujung yaitu KPPS harus tetap jaga kesehatan,” ungkapnya.

Yang menjadi PR sekarang pada penyelenggaraan demokrasi, yang belum selesai adalah mengenai lahirnya fenomena baru yang disebutnya varian penyakit demokrasi, lahirnya buzzer.

Baca Juga: 2500 Wisatawan Kunjungi wisata Alam Situ Cipanten

Menurut Prio,buzzer-buzzer ini menjadi penyakit demokrasi yang akut yang membahayakan. Karena mereka menipu opini publik seolah mereka berdengung, bersuara atas nama publik.

“Padahal keberadaannya membahayakan karena mereka membentuk opini publik seolah suara publik, padahal sebenarnya mereka hanya menimbulkan efek perpecahan dan efek sosial” demikian Prio

Prio mengaku prihatin, karena ternyata sebagian buzzer itu ternyata dihidupi oleh para pembesar-pembesar, politisi dan pemegang kekuasaan dan itu warisan yang buruk bagi demokrasi. Hendaknya itu harus hapus.

Baca Juga: Kaleidoskop 2022: Polres Majalengka Tangani 444 Kasus Pencurian dan Kekerasan

“Munculnya cebong dan kampret boleh berlaku sesaat tapi tidak dilestarikan yang ujungnya perpecahan. resikonya terlalu besar. Kita dikenal majemuk tapi masih bersatu, tapi ego kampret dilestarikan aduh kecewa berat,” Prio yang mendorong cmpus-campus di Perguruan Tinggi harus sering mengadakan olah intelektual baik secara akademis maupun praktisi bagaimana pemilihan umum.***

Editor: Yudhi Prasetiyo

Tags

Terkini

Terpopuler