Setiap Hari Terdengar Suara Anak-anak Mengaji di Pondok Al Mubarokah

- 5 Juli 2020, 15:21 WIB
SEORANG guru mengajarkan bacaan Alquraan kepada anak-anak.*/TATI PURNAWATI/KABAR CIREBON
SEORANG guru mengajarkan bacaan Alquraan kepada anak-anak.*/TATI PURNAWATI/KABAR CIREBON /

ZONA PRIANGAN - Suara anak-anak mengaji terdengar nyaring bersahutan dari sebuah pondok kecil berukuran 6 X 12 meter yang berada di sebuah gang kecil, di Blok Babakan, Desa Cipeundeuy, Kecamatan Bantarujeg, Kabupaten Majalengka.

Di dalam pondok tersebut ternyata anak usia TK hingga SMP Kelas VIII tengah belajar iqro dan hapalan Alquran yang dibimbing guru-gurunya.

Ada pula yang belajar berkelompok di beberapa sudut ruangan. Mereka memisahkan diri yang kelompoknya terdiri dari 5 hingga 8 orang.

Baca Juga: Tiongkok Tuding Virus Corona Berasal dari Spanyol

Di sana, menurut keterangan pemilik pondok Al Mubarokah, Ustad Ahmad Hendrayana disertai aparat desa setempat Aang Rustandi, ada lebih dari 150 orang yang belajar mengaji mulai anak yang baru belajar iqro 1 hingga hapalan dan kitab kuning. Sejumlah diajar oleh seniornya sebanyak 4 orang.

Pondok pesantren yang didirikan Tahun 2005 ini santrinya hanya berasal dari desa setempat.

Seiring waktu makin banyak yang ingin belajar mengaji dengan metoda yang diajarkan oleh Ustad lulusan Pondok Pesantren Ciwaringin, Cirebon ini.

Banyak di antara lulusannya yang sudah hapal 30 zuz di samping belajar kitab kuning dan belajar aqidah.

Baca Juga: Bumdes Nagrog Kembangkan Desa Wisata Alam Berbasis Lingkungan

Untuk anak yang mulai menginjak remaja mulai memperdalam aqidah, ahlak, tata bahasa arab (nahwu dan ilmu sharf), serta hadis, tafsir serta muamalah.

Dengan metoda mengaji yang diajarkan oleh ustad tersebut, banyak anak yang menginjak SMP sudah hafal Alquran 6 bahkan hingga 30 zuz.

ANAK-anak usia TK hingga SMP semangat belajar mengaji.*/TATI PURNAWATI/KABAR CIREBON
ANAK-anak usia TK hingga SMP semangat belajar mengaji.*/TATI PURNAWATI/KABAR CIREBON

Setiap hari

Mereka yang sudah hafal ini karena belajar mulai Taman Kanak-kanak di sana.

Belajar hapalan ini dilakukan hampir setiap hari mulai usai subuh hingga pukul 06.00 pagi.

Baca Juga: NBA Siap Bergulir Kembali 30 Juli 2020

Setelah itu usai salat Dhuhur hingga menjelang asar atau usai salat Ashar hingga puluk 17.00 WIB.

Yani Mulyani yang kini akan masuk ke SMP misalnya, dia belajar sejak TK hingga sekarang.

Setiap hari dia menghafal setidaknya 3 ayat atau 4 ayat. Saat ini dia mengaku hampir hatam. Sri Dewi yang baru kelas V SD telah hapal 6 zuz.

Keisya Salsabila temannya mengaji sudah hafal dua zuz, karena dia belajar belakangan.

Baca Juga: Sony PlayStation 5 Umumkan Beberapa Game Baru

Demikian juga dengan Ais Nuraeni yang baru pindah dari Bandung ke Malausma mulai belajar mengaji dan kini tengah berupaya menghapal seperti teman-temannya yang lain.

Santri yang kesemuanya anak kecil ini duduk di lantai tanpa alas tikar secara berkelompok.

SUASANA anak-anak yang belajar mengaji terbagi beberapa kelompoik.*/TATI PURNAWATI/KABAR CIREBON
SUASANA anak-anak yang belajar mengaji terbagi beberapa kelompoik.*/TATI PURNAWATI/KABAR CIREBON

Tidak merasa terganggu

Mereka terus membaca Alquran seolah tanpa merasa terganggu oleh temannya yang juga mengaji dengan suara nyaring.

Di sudut lainnya ada kelompok anak laki-laki yang tengah diajari guru seorang perempuan.

Baca Juga: Setelah Kehilangan Job, Marcel Sempat Bosan di Rumah

Dia dikerumuni anak hingga sangat rapat karena mungkin ingin suara gurunya terdengar jelas di telinga, hingga posisi guru nyaris tak kentara.

Bangunan pondok tersebut nampaknya terlalu penuh untuk dihuni dengan sekian banyak anak-anak.

Bangunan tersebut menurut Aang Rustandi haya dibangun oleh pemilik pondok pesantren, belum ada bantuan dari pihak lain.

Baca Juga: 56 Desa di Kabupaten Bandung Kini Bertatus Mandiri

“Bangunan memang sederhana dan kecil. Itu dibangun sendiri tanpa meminta bantuan dari pihak lain. Pak ustad keberatan jika harus mengajukan proposal kepada pihak lain, kecuali ada yang nyumbang secara langsung,” kata Aang.

Orangtua santri pun tidak ada yang dipungut iuran terlebih untuk bangunan pondok.

Iuran untuk belajar saja hanya Rp 10.000 per bulan sekadar untuk operasional sepert listrik, spidol, buku bahan ajar bagi santri.

Baca Juga: Bupati Pangandaran Naik Sepeda, Serap Aspirasi Masyarakat

Semua guru yang mengajar pagi dan siang, tidak ada seorangpun yang digaji sepeserpun semua sukarela.

“Tidak ada guru yang mendapat honor dari santri semua sukarela. Tidak ada upah apapun,” kata Ahmad Hendrayana.

Namun demikian para guru ngaji yang mengajar siang malam tetap hidup layak seperti halnya masyarakat lainnya. Dan bahkan mungkin mereka mendapat kebahagiaan yang lebih dari orang lain.***

Editor: Parama Ghaly


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x