Sekarang menurutnya biaya trakstor yang harus dibayar mencapai Rp 300.000, mencangkul Rp 200.000, pupuk Rp 60.000, obat pestisida Rp 200.000, upah menyiangi 4 orang selama dua hari Rp 240.000, bibit padi sebanyak 7 kg seharga Rp 70.000. Sedangkan pendapatan gabah jika kualista tengah bagus hanya 5 kuintalan, sebaliknya jika diserang hama maka paling diperoleh hanya 3 kuintal saja.
“Jika panen 5 kw dengan harga Rp 450.000 maka pendapatan hanya Rp 2.250.000, sedangkan modal lebih dari Rp 1.600.000, apalagi kalau dihitung setiap hari harus ke sawah untuk melihat air,” kata Sri.
Aef petani di Desa Panyingkiran malah menyebutkan kerugian cukup besar karena harga gabah di wiayahnya lebih rendah hanya Rp 430.000 hingga Rp 440.000 per kw.
Selain kerugian akibat harga murah, di wilayahnya areal sawah kerap kebanjiran seperti yang dialami saat MT rendeng kemarin sehingga tanaman rusak atau kekeringan disaat intensitas hujan mulai rendah.
“Upah kerja di kami juga lebih mahal, upah kerja sudah Rp 80.000 hingga Rp 100.000 per setengah hari, itu dikasih makan dan kopi di pagi hari,” kata Aep.
Sementara itu harga beras di pasaran di Majalengka kini berkisar antara Rp 8.700 hingga Rp 12.000 per kg.
Jika konsumen ingin membeli beras lebih murah dengan kualitas bagus maka haru rajin mencari kios beras yang menyediakan harga murah.
Karena ada beberapa kios yang menyediakan beras premium namun harganya hanya Rp 10.000 saja per kg. S
edangkan diluar pasar tradisional harga beras premium lebih mahal Rp 1500 hingga Rp 2.000 setiap kilonya.