Tajug Ngapung di Kasokandel, Surau Berlantai Talupuh Nyaris Ambruk Masih Dimanfaatkan sebagai Sarana Ibadah

- 12 Mei 2022, 13:45 WIB
Pemilik tajug atau surau mengaji, cahaya lebih terang dan posisinya tidak menganggu yang lain saat salat.
Pemilik tajug atau surau mengaji, cahaya lebih terang dan posisinya tidak menganggu yang lain saat salat. /ZonaPriangan/Rachmat Iskandar

ZONA PRIANGAN - Sebuah musala di Blok Sabtu RT 02/07, Desa Wanajaya, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka yang nyaris ambruk namun masih tetap dimanfaatkan warga untuk beribadah menunaikan salat lima waktu, mengaji dan tarawih saat bulan puasa.

Bangunan musala terbuat dari dinding bilik dengan lantai bambu atau orang Sunda menyebut talupuh. Bilik sekeliling mushola kini sudah bolong-bolong, demikian juga dengan bantalan talupuh yang sudah keropos.

Atap bangunan bagian kanan dan kiri sudah berjatuhan karena lapuk, dimakan usia. Genting masih menggunakan genting jaman dulu yang dibuat secara manual dicetak dengan cetakan kayu. Kala hujan turun air berjatuhan ke dalam.

Baca Juga: 'Ikatan Cinta' Kamis 12 Mei 2022: Andin dan Reyna Sulit Percaya, Al Pulang tapi Askara Menjerit Ketakutan

Diatas talupuh di dalam tajug terhampar rapi beberapa sajadah menunjukan bahwa tajug dimanfaatkan warga, disudut kanan depan di bawah jendela ada sejumlah rekal dan meja kecil berisi beberapa Al Qur’an yang juga sebagian sudah lusuh.

Disana pula pemilik tajug atau surau mengaji, mungkin agar cahaya lebih terang dan posisinya tidak menganggu yang lain saat salat. Jadwal solat tertera di kertas yang ditempel ditiang kayu bagan depan.

Musala berukuran kurang lebih 6 X 4 meter tersebut dikenal dengan nama Tajug Ngapung. Disebut Tajug Ngapung karena menurut pengelolanya Abdul Hamid (68) serta Eha (60) istrinya, muhola tersebut berada diatas kolam ikan yang kolamnya biasa dimanfaatkan warga untuk berendam, mandi atau sekedar mencuci kaki kala pulang dari sawah atau mereka yang dari pemakaman.

Baca Juga: Di PBB, China dan Rusia Menentang Tindakan terhadap Korea Utara Soal Rudal

“Walaupun tajug ini sudah tua dan hampir ambruk tapi masih tetap dipergunakan untuk beribadah, salat lima waktu dan mengaji. Saat bulan puasa juga dipergunakan untuk solat tarawih dan tadarusan,” ungkap Abdul usai menjadi imam salat Asar.

Menurut Mumu anak dari Abdul, ketika tarawih hanya bisa diisi tiga shaf saja itupun tidak maksimal, mengingat sempitnya ruangan. Harusnya bisa hingga empat shaf namun karena tidak tersedia paimbaran (mimbar) untuk imam maka tempat menjadi termakan oleh posisi imam.

Hamid, Eha, Apalagi Mumu tidak mengetahui persis kapan tajug tersebut dibangun ataupun direnovasi. Mereka mengaku lupa karena sudah cukup lama. Tajug tersebut peninggalan kakek dari Eha, H Nasuhi. Dulu katanya hanya satu-satunya tempat beribadah di kampung tersebut sehingga hampir semua warga memanfaatkan Tajug Ngapung.

Baca Juga: Pasukan Ukraina Menguasai Rubizhne, Satu Tank Rusia Hangus Terbakar, Azovstal Mariupol bak Neraka di Bumi

Dulu H.Nasuhi pernah mewanti-wanti agar musala tetap dipertahankan untuk beribadah dan beramal, demikian juga dengan kolam yang pada jaman dulu dimanfaatkan untuk beragam aktifitas seperti mencuci juga mandi dan wudlu.

Karena wasiat tersebut kini keturunanya tidak ada yang berani membongkar dan menghilangkan tajug tersebut walaupun sudah tersedia masjid megah di depan tajug tersebut.

Balong tajug yang dengan ikan di dalamnya juga tetap ada, alasan Eha keberadaanya cukup maslahat. Kalau kemarau air kolam dibantu dengan cara memompa air dari sungai yang tidak jauh dari tajug tersebut kemudian mengalirkannya ke balong.

Baca Juga: Inggris Mengatakan, Pertarungan di Pulau Zmiinyi antara Pasukan Rusia dan Ukraina Terus Berlanjut

“Mereka yang habis bakar genteng tengah malam kadang berendam di sana, pulang nyangkul, nraktor atau pulang menggali liang lahat dan mengubutkan jenazah juga mencuci di sana. Jadi banyak manfaatnya,” ungkap Eha.

Tajug tersebut menurut mereka rencananya akan di rehab karena khawatir mencelakan jemaah. Inginnya dibangun secara permanen dan lantainya tidak lagi menggunakan talupuh namun akan dicor.

“Pembangunan rencana habis panen. Uang belum ada baru ada Rp1,5 juta dari anggaran material Rp50 juta. Tapi kami akan berupaya, karena bangunan sudah benar-benar tua, dibangun bertahap menyesuaikan anggaran yang ada.” kata Mumu.***

Editor: Didih Hudaya ZP


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x