Anehnya, 'paket wisata sakit' itu berhasil menarik sejumlah turis, sehingga bisa menjadi alat propaganda kemenangan Vladimir Putin.
"Satu-satunya kata untuk menggambarkan apa yang terjadi hari ini adalah genosida, genosida bangsa kita, rakyat Ukraina kita," kata wali kota Mariupol, Vadym Boychenko yang dikutip Daily Star.
Setelah angka korban yang mengejutkan muncul, Rusia awalnya mengklaim bahwa teater itu dibom karena digunakan sebagai pangkalan oleh militer Ukraina.
Juru bicara kementerian luar negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan bahwa angkatan bersenjata Rusia “tidak membom kota-kota besar”.
Penjelasan resmi kedua dari Rusia menuduh bahwa Batalyon Azov yang terkenal di Ukraina telah dengan sengaja menghancurkan gedung itu dalam apa yang disebut serangan “bendera palsu”.
Kedua klaim ini terlambat dibantah oleh pemeriksa fakta. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menggambarkan serangan Rusia itu sebagai "kejahatan perang".
Menteri Pemerintah Inggris untuk Eropa, James Cleverly, mengatakan serangan itu "tampaknya menargetkan spesifik" sebuah bangunan sipil dan dengan demikian merupakan "pelanggaran hukum internasional yang terbukti dengan sendirinya".
Pada 11 Mei, Vadym Boichenko mengatakan kepada wartawan bahwa lebih dari 21.000 warga sipil telah tewas dalam pemboman Rusia di Kota Mariupol.