Cegah Stunting Sejak Dini, Puskesmas di Kabupaten Malang Ini Terapkan Sistem Rujukan Berjenjang

28 September 2021, 21:23 WIB
Cegah Stunting Sejak Dini, Puskesmas di Kabupaten Malang Ini Terapkan Sistem Rujukan Berjenjang. /Pixabay/Public Domain Pictures/

ZONA PRIANGAN - Percepatan penanganan stunting diperlukan dukungan dari kebijakan daerah dan kooordinasi lintas sektor.

Seperti terlihat dari keberhasilan kerjasama lintas sektoral yang dilakukan Kabupaten Malang, dimana mereka bisa menurunkan prevalensi stunting menjadi 10,9 persen pada Februari 2021.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebelumnya prevalensi stunting Kota Malang adalah 31,74 persen, dan 25,56% pada 2019 berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita (SSGBI) 2019.

Baca Juga: Tandai Satu Tahun Perkumpulan Bumi Alumni, Komunitas Ini Lakukan Ekspor Produk UMKM ke Korea Selatan

Dimana intervensi penanganan stunting di Kabupaten Malang dilakukan dengan menerapkan sistem rujukan berjenjang yang melibatkan kerjasama antar fasilitas kesehatan.

Untuk penguatan sistem rujukan berjenjang, diawali dari Posyandu, Puskesmas hingga Rumah Sakit. Hal ini agar sedini mungkin dapat dilakukan 'screening' dan tatalaksana yang tepat pada anak dengan kondisi yang menjurus ke stunting, yaitu 'faltering growth', gizi kurang dan buruk, pelatihan kapasitas tenaga kesehatan, akses terhadap pangan olahan, edukasi dan sanitasi.

Lewat sistem rujukan berjenjang tersebut, diharapkan secara teknis dapat memperbaiki sistem layanan dalam rangka percepatan penurunan stunting.

Baca Juga: WeTV Dorong Sineas Indonesia Hasilkan Konten Lokal untuk Berkiprah di Ajang Internasional

Terbukti, di Puskesmas Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang berhasil menaikkan berat badan 7 dari 8 anak yang beresiko stunting. Hal ini didukung dengan kerjasama lintas sektoral antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Malang dan Dinas Kesehatan setempat.

Hal ini terungkap dalam webinar dengan tema “Bergerak Bersama Turunkan Stunting Menuju Keluarga Sehat Melalui Sinergitas Usaha Kesehatan Masyarakat dan Perorangan” yang dilaksanakan atas Kerjasama Habibie Institute for Public Policy and Governance (HIPPG) dengan Akselerasi Puskesmas Indonesia (Apkesmi) yang dilaksanakan pada Sabtu, 28 Agustus 2021 lalu.

Ketua Umum Apkesmi, dr. Trisna Setiawan, mengatakan, Puskesmas memegang peranan penting dalam pencegahan stunting.

Baca Juga: Parineeti Chopra Bagikan Foto Liburan Cantiknya di Maladewa via Akun Medsos Pribadinya

“Puskesmas harus mampu membuat mapping kasus-kasus stunting yang ada di wilayah kerjanya, dilanjutkan dengan rencana aksi penanganan. Dengan demikian, angka penurunan kasus stunting akan semakin banyak,” katanya.

Lebih lanjut ia juga mengajak sektor terkait dengan wilayah untuk mendukung skema tersebut dan memiliki pemahaman yang sama mengenai stunting.

Dalam kesempatan yang sama Staf Dep IKA Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik FK Unair, dr. Nur Aisiyah Widjaja, menjelaskan untuk mencapai target penurunan stunting menjadi 14% pada 2024, maka pencegahan stunting perlu dilakukan sebelum anak berusia 2 tahun.

Baca Juga: Partai Angela Merkel Hampir Kalah dari Saingannya di Pemilu Jerman

“Dari bayi lahir hingga berusia 2 tahun, yang harus diwaspadai adalah apabila terjadi perlambatan kenaikan berat badan atau gagal tumbuh/ faltering growth yang bisa diketahui dari kurva berat dan tinggi badan. Bila parameter tersebut masih baik, tapi kurvanya menurun inilah yang disebut faltering growth atau gagal tumbuh,” paparnya.

Di saat kondisi ini, jelas Nur, penting dilakukan intervensi gizi dengan memberi anak asupan gizi yang cukup dan dominan protein hewani untuk mencegah anak menjadi stunting.

Sementara itu Direktur Executive HIPPG, drg. Widya Leksmanawati, mengatakan prioritas penanganan stunting adalah screening anak-anak yang berpotensi menjadi stunting.

Baca Juga: Kini Karyawan Objek Pariwisata Wajib Sudah Divaksin dan Tempat Wisata Wajib Pasang Barcode Peduli Lindungi

“Yang harus kita selamatkan adalah anak-anak yang saat ini sedang menderita gizi kurang, gizi buruk atau anak dengan gagal tumbuh pada anak usia dibawah 24 bulan," ujarnya.

Menurut Widya, anak-anak inilah yang beresiko mengalami stunting di masa mendatang. Bukan hanya berat badan dan tinggi badan yang beresiko, tetapi yang lebih penting adalah otak mereka yang harus diselamatkan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, drg. Arbani Mukti Wibowo mengatakan pelaksanaan sistem rujukan berjenjang dalam penanganan stunting di Kota Malang melibatkan kader, bidan, dokter Puskesmas hingga Bupati melalui penetapan prioritas pencegahan stunting. Tugas ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan, namun secara teknis juga ditindak lanjuti oleh BKKBN dan Bappeda.

Baca Juga: Bagi Masyarakat Tidak Mampu yang Belum Terima Bantuan, Masih Ada Kesempatan Bisa Diusulkan Lewat Aplikasi Ini

“Strategi penanganan stunting dilakukan secara spesifik dan sensitif. Intervensi secara spesifik dilakukan dengan pemberian makanan tambahan, suplementasi gizi, PMBA dan pelayanan kesehatan. Sementara secara sensitif dengan memastikan akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi. Selain itu, kerjasama lintas sektor dengan pemerintah dan pihak swasta juga turut mendukung upaya penanganan stunting ini,” paparnya.

Arbani mengatakan, kerjasama dengan HIPPG telah memberi banyak peningkatan terhadap kemajuan penanganan stunting di wilayahnya.

“HIPPG selama ini telah melakukan pembinaan, pelatihan kepada tenaga kesehatan secara teknsi, petugas promosi kesehatan hingga dokter spesialis anak di rumah sakit rujukan, serta melakukan pendampingan terkait sistem rujukan. Saat ini bahkan dokter umum di Puskesmas bisa koordinasi dengan dokter spesialis anak atau dokter spesialis obgyn jika itu menyanghkut kandungan,” ujarnya.

Baca Juga: Terkait Wacana BPOM Akan Labeli Kemasan Pangan Mengandung BPA, Inaplas Menyatakan Keberatannya

Dalam kesempatan yang sama juga, Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat drg. Kartini Rustandi, mengingatkan, penanganan stunting erat kaitannya dengan 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). Oleh karena itu, perlu diperhatikan kesiapan remaja putri dan calon ibu dalam menghadapi kehamilan, serta pemantauan yang baik pasca persalinan.

“Selama hamil, calon ibu harus sehat, di pantau dengan baik hingga saat melahirkan. Anak yang dilahirkan harus mendapat inisiasi menyusui dini, ASI eksklusif, baru kemudian diberikan makanan tambahan yang sesuai dengan ketentuan,” jelasnya.

Menurut Kartini, upaya ini harus dipahami oleh masyarakat dan juga harus dilakukan oleh masyarakat. Sebab, bagaimana keterlibatan masyarakat dan keaktifan kader dan tenaga kesehatan sangat menentukan keberhasilan program.

“Bagaiamana kita memantau bahwa PMT yang diberikan selama 3 bulan pasti dimakan oleh anaknya, jika tidak dimakan dan sang anak, tidak ada gunanya. Saya sangat berharap dengan kerjasama seperti ini bisa menjadi salah satu gerakan yang besar dan mempercepat penurunan stunting di Indonesia,” tambahnya.

Selain itu Kepala Puskesmas Sumber Manjing Wetan Kabupaten Malang, dr. Dian Rahmawati, mengungkapkan masih banyak masyarakat yang belum paham pentingnya melakukan monitoring tumbuh kembang anak setiap bulan ke Posyandu.

“Biasanya setelah masa imunisasi lengkap, ibu-ibu sudah tidak datang lagi ke Posyandu sehingga ini menjadi kesulitan dalam memonitor tumbuh kembang anak setiap bulan. Selain itu, ibu hamil dan menyusui juga banyak yang enggan mengikuti kegiatan sosialisasi dan edukasi,” ungkapnya.

Oleh karena itu ia berharap setiap desa memiliki nutrisionist yang dapat mengoptimalkan deteksi dini stunting.

Sementara itu Staf ahli HIPPG, Dr Tb. Rahmat Sentika, menekankan penurunan stunting masih dapat dilakukan meski dalam situasi pandemi seperti saat ini.

”Caranya adalah Posyandu harus mampu menemukan yang beresiko akan menjadi gagal tumbuh dan yang sudah baik dicegah agar tidak menjadi stunting," ucapnya.

Karena itu, ungkap Rahmat, penting menemukan anak-anak yang berat badannya tidak naik dalam 2 kali penimbangan dan yang berada di bawah garis merah.

"Bayangkan bila semua puskesmas mampu menemukan anak-anak seperti ini, inilah yang membutuhkan nutrisi dan simulasi dan pemantauan tumbuh kembangnya.” pungkasnya.***


 

Editor: Yurri Erfansyah

Tags

Terkini

Terpopuler