Kepala HAM PBB Michelle Bachelet akan Menyambangi China untuk Kunjungan Bersejarah

- 25 Mei 2022, 15:01 WIB
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet menghadiri acara di PBB di Jenewa, Swiss, 3 November 2021.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet menghadiri acara di PBB di Jenewa, Swiss, 3 November 2021. /REUTERS/Denis Balibouse

ZONA PRIANGAN - Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mulai melakukan kunjungannya ke China pada Senin, 23 Mei 2022 sekaligus menjadi perjalanan pertamanya sejak memegang jabatan tersebut sejak 2005, di tengah kekhawatiran bahwa hal itu dapat mengarah pada pengesahan daripada pengawasan catatan hak-hak China.

Selama perjalanan yang rencananya akan berlangsung selama enam hari, Bachelet akan mengunjungi Kota Xinjiang, di mana kantor Komisaris Tinggi mengatakan pada tahun lalu bahwa mereka yakin sebagian besar Muslim etnis Uyghur telah ditahan secara tidak sah, dianiaya dan dipaksa bekerja.

"Tujuan kunjungannya benar-benar berfokus pada dialog dengan pihak berwenang China tentang berbagai masalah hak asasi manusia domestik, regional dan global," kata kantor Bachelet pada awal pekan ini, dikutip ZonaPriangan.com dari Reuters.

Baca Juga: Pertempuran Berkecamuk, Rusia Menyerang Habis-habisan, Roket Termobarik Penghancur Paru-paru Menghantam Lyman

China telah berulang kali membantah telah memperlakukan secara buruk terhadap warga Uyghur.

Perjalanan 23-28 Mei telah lama direncanakan setelah Bachelet mengatakan pada 2018 bahwa dia menginginkan akses tanpa batas ke Xinjiang. China mengatakan kunjungan itu tidak boleh didasarkan pada praduga bersalah. Tidak jelas berapa banyak akses yang akan diberikan kepada Bachelet.

Kelompok hak asasi manusia khawatir jika Bachelet bersikap lembek terhadap China, laporan pasca perjalanannya mungkin tidak memberikan gambaran lengkap dan dapat digunakan oleh Beijing untuk membenarkan tindakannya di Xinjiang.

Baca Juga: Unit Elit ISIS 'Al-Raed' Diselundupkan ke AS dengan Misi Membunuh Mantan Presiden George W. Bush

Kongres Uyghur Dunia dalam sebuah surat mendesak Bachelet untuk memastikan bahwa timnya dapat bergerak bebas, mengakses semua fasilitas penahanan dan memiliki kontak tanpa pengawasan dengan orang Uyghur.

"Kami khawatir perjalanan itu mungkin lebih berbahaya daripada manfaatnya. China dapat menggunakannya untuk tujuan propaganda," kata juru bicara Kongres Zumretay Arkin kepada Reuters.

Pengawasan internasional terhadap tindakan pemerintah China di Xinjiang meningkat pada tahun 2018, setelah PBB mengatakan sebanyak 1 juta orang Uyghur ditahan di "kamp interniran besar-besaran" yang didirikan untuk indoktrinasi politik.

Baca Juga: 'Ikatan Cinta' Rabu 25 Mei 2022: Pesan Menyakitkan Bu Rosa untuk Elsa, Ammar Mencoba Memikat Andin

China awalnya menyangkal keberadaan kamp, kemudian mengakui telah mendirikan "pusat pelatihan kejuruan" dengan asrama, di mana orang dengan "secara sukarela" belajar tentang hukum, bahasa Mandarin, dan keterampilan kejuruan.

Partai Komunis yang berkuasa mengatakan pusat-pusat seperti itu diperlukan untuk mengekang "Tiga Kekuatan" yakni terorisme, separatisme dan radikalisme agama di Xinjiang, yang berbatasan dengan Asia Tengah di perbatasan barat laut China.

Baca Juga: China Mengganti Ketua Partai Komunis Wilayah Xinjiang Terkait Pelanggaran HAM terhadap Etnis Uyghur

Gubernur Xinjiang Shohrat Zakir mengatakan pada 2019 semua peserta pelatihan telah "lulus".

Amerika Serikat memberi sanksi kepada pejabat China yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang pada tahun 2020 dan 2021 dan memberlakukan larangan atas barang-barang yang diproduksi di Xinjiang karena kekhawatiran akan kerja paksa.

Beijing telah membantah tuduhan Barat tentang kerja paksa, genosida dan pelanggaran hak asasi manusia dan berulang kali memperingatkan negara-negara lain untuk tidak ikut campur dalam urusan dalam negerinya.***

Editor: Didih Hudaya ZP

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x