ZONA PRIANGAN - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Peristiwa Stadion Kanjuruhan Malang mengeluarkan rekomendasi dan kesimpulan agar pengurus jajaran Komite Eksekutif (Exco) dan Ketum PSSI untuk mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.
Rekomendasi itu tercantum dalam kesimpulan laporan TGIPF Peristiwa Stadion Kanjuruhan Malang yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
"Secara normatif, Pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI," demikian laporan TGIPF yang diterima ANTARA di Jakarta.
Laporan hasil pemeriksaan TGIPF itu telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Jumat siang.
Menurut laporan TGIPF, di negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI M. Iriawan dan pengurus Komite Eksekutif untuk mundur dari jabatannya sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas jatuhnya korban hingga 712 orang.
Saat laporan itu disusun, korban meninggal dunia sudah mencapai 132 orang, 96 orang luka berat, 484 orang luka sedang/ringan yang sebagian di antaranya bisa saja mengalami dampak jangka panjang.
Untuk menjaga keberlangsungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepakbolaan di Tanah Air, TGIPF merekomendasikan agar pemangku kepentingan PSSI secepatnya menggelar Kongres atau Kongres Luar Biasa (KLB).
Hal ini untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggungjawab, dan bebas dari konflik kepentingan.
"Pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepak bola profesional di bawah PSSI, yaitu Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, sampai dengan terjadinya perubahan dan kesiapan yang signifikan oleh PSSI dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepakbola di tanah air," demikian bunyi pernyataan dari TGIPF.
Baca Juga: Presiden Jokowi Masih Menunggu Laporan dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta Tragedi Kanjuruhan
Pertandingan sepak bola di luar Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 tetap berlangsung dengan memperhatikan ketertiban umum dan berkoordinasi dengan aparat keamanan.
Guna menjalankan tata kelola organisasi yang baik (good organization governance), PSSI harus segera merevisi statuta dan peraturan PSSI. Selain itu, PSSI harus menjalankan prinsip keterbukaan informasi publik.
Keterbukaan informasi terhadap berbagai sumber dan penggunaan finansial, serta berbagai lembaga kegiatan usaha di bawah PSSI.
Baca Juga: Tragedi Stadion Kanjuruhan: Para Korban Berdesakan di Pintu Keluar Stadion
Agar dunia persepakbolaan nasional lebih beradab dan bermakna bagi kepentingan publik, penyelamatan PSSI tidak cukup dengan berpedoman pada regulasi yang isinya banyak bertentangan dengan prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik.
Namun, upaya menyelamatkan PSSI perlu pula didasarkan pada prinsip menyelamatkan kepentingan publik atau keselamatan rakyat (salus populi suprema lex esto).
"Dasar dari ketaatan pada aturan resmi dan dalil keselamatan publik ini adalah aturan moral dan nilai-nilai etik yang sudah menjadi budaya dalam kehidupan kita berbudaya," tulis TGIPF.
TGIPF menilai PSSI dan para stakeholder liga sepak bola Indonesia tak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan peraturan dan standar yang sudah dibuat, serta saling lempar tanggung jawab.
"Sikap dan praktik seperti ini merupakan akar masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola kita"
"Sehingga dibutuhkan langkah-langkah perbaikan secara drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional," demikian laporan TGIPF.
Sebelumnya, Mahfud MD selaku Ketua TGIPF menyatakan pengurus PSSI harus bertanggung jawab atas kejadian yang menewaskan ratusan suporter.
"Dalam catatan kami, disampaikan bahwa pengurus PSSI harus bertanggung jawab, dan sub-sub organisasinya," kata Mahfud usai menyampaikan laporan kepada Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Jumat, 14 Oktober 2022.
Dia mengatakan tanggung jawab itu berdasarkan pada aturan-aturan resmi yang secara hukum, juga bertanggung jawab moral.
"Karena tanggung jawab itu, kalau berdasar aturan, itu tanggung jawab hukum, tapi hukum sebagai norma sering kali tidak jelas, sering kali bisa dimanipulasi, maka naik ke asas," tambahnya.
"Tanggung jawab asas hukum itu apa? Keselamatan rakyat itu adalah hukum yang lebih tinggi dari hukum yang ada dan ini sudah terjadi, keselamatan rakyat, publik, terinjak-injak," pungkasnya.***