Lewat Gerakan Budaya Sensor Mandiri, LSF RI Ajak Masyarakat Jaga dan Lindungi dari Dampak Negatif Film

- 4 Maret 2023, 10:15 WIB
Lewat gerakan budaya sensor mandiri, LSF RI ajak masyarakat jaga dan lindungi dari dampak negatif film.
Lewat gerakan budaya sensor mandiri, LSF RI ajak masyarakat jaga dan lindungi dari dampak negatif film. /Zonapriangan.com/Yurri Erfansyah/

ZONA PRIANGAN – Lembaga Sensor Film Republik Indonesi (LSF RI) menggaungkan gerakan budaya sensor mandiri kepada masyarakat. Budaya ini dilakukan agar lebih terjaga dan terlindungi masyarakat dari dampak negatif film, salah satunya melalui literasi memilih film sesuai dengan klasifikasi usia.

Budaya sensor mandiri melalui literasi pemilihan film berdasar klasifikasi usia dan edukasi hukum dikuatkan LSF RI sebagai gerakan perbaikan tontonan dari dampak globalisasi perfilman.

Sekretaris Komisi II LSF RI, Roseri Rosdy Putri, mengatakan, film dapat memberikan dampak negatif bila ditonton tidak sesuai dengan klasifikasi usia, karena film yang diperuntukkan bagi orang dewasa tidak akan cocok di tonton oleh anak-anak.

Baca Juga: Orangtua Memberi Nama Anaknya Mandalorian Michael dari Karakter Film Star Wars, Banyak Warganet Mencibirnya

"Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, maka tugas dan tanggungjawab LSF melakukan penelitian dan penilaian tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film yang akan diedarkan dan dipertunjukkan kepada khalayak umum," katanya saat acara Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri di Provinsi Jawa Barat, yang digelar di Holiday Inn Pasteur, Kota Bandung, Kamis 2 Maret 2023.

Lebih lanjut Roseri menjelaskan, salah satu strategi yang dilakukan yakni lewat gerakan budaya sensor mandiri yang dapat dilakukan oleh orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya kepada anak, karena dalam tata aturan pemerintah melalui LSF membagi dalam empat klasifikasi usia yakni tontonan Semua Umur (SU), di atas 13 tahun (13+), dewasa di atas 17 tahun (17+) dan dewasa di atas 21 tahun (21+).

"Upaya melindungi masyarakat dari dampak negatif film tidak cukup dengan kebijakan surat tanda lulus sensor (STLS). Masyarakat dan publik perlu mendapatkan pendidikan serta pengetahuan terhadap film melalui penguatan fungsi literasi, sehingga masyarakat memiliki kesadaran dan kepedulian untuk menonton film sesuai klasifikasi usia maupun peruntukannya," ungkapnya.

Baca Juga: Penayangan Perdana Film 'Luther', Idris Elba: Berharap Lebih DIkenal oleh Penonton Baru

Menurut data LSF, total film dan iklan film disensor pada tahun 2021 sebanyak 40.638 judul, terdiri dari 25.448 film nasional/dalam negeri atau sekitar 62,62 persen dan 15.190 film impor atau sekitar 37,38 persen.

Dalam kesempatan yang sama Ketua Subkomisi Dialog LSF RI, Noorca M. Massardi mengatakan, setiap film dan iklan film yang diproduksi oleh pemiliknya sebelum disajikan menjadi tontonan publik wajib melalui tahapan dialog penyensoran sebelum mendapat rekomendasi STLS.

"Pada dialog penyensoran, dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab antara LSF dan pemilik film lewat diskusi mengenai film dan iklan film yang tidak sesuai dengan kriteria penggolongan usia penonton," ujarnya.

Menurut Noorca, tujuan dialog ini untuk menumbuhkan swasensor dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, norma, kesesuaian serta budaya.

"Kami berharap, baik pemerintah daerah maupun pemangku kepentingan dapat berkolaborasi memberikan edukasi mengenai tontonan yang baik kepada masyarakat, terutama kalangan anak-anak lewat kegiatan pendidikan di sekolah maupun forum sosial lainnya," pungkasnya.***

Editor: Yurri Erfansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x