Cacing yang Hidup di Chernobyl Menjadi Kebal terhadap Radiasi Radioaktif

10 Maret 2024, 07:37 WIB
Cacing yang tinggal dekat Chernobyl menjadi kebal terhadap radiasi.* /Sophia Tintor

ZONA PRIANGAN – Dari katak-katak hitam hingga spesies baru anjing, yang terpapar radiasi memaksa banyak binatang yang hidup dekat Chernobyl mengalami mutasi.

Tetapi sebuah studi baru menunjukkan bahwa tidak semua hewan di zona terlarang tersebut merespon dengan cara tersebut.

Cacing-cacing yang hidup dekat Chernobyl telah mengembangkan sebuah ‘kekuatan super’ baru – mereka menjadi kebal terhadap radiasi.

Baca Juga: Babi Hutan Radioaktif Fukushima, Hadirkan Spesies Hibrida Mutan Satu Dekade setelah Bencana Nuklir

“Chernobyl merupakan sebuah tragedi dalam skala yang tidak bisa difahami, tetapi kami masih belum memiliki pemahaman besar pada efek-efek bencana di populasi setempat,” kata Dr Sophia Tintor, pemimpin studi tersebut.

“Apakah lingkungan tiba-tiba bergeser memilih spesies, atau bahkan individu dalam sebuah spesies, apakah mereka secara alami lebih tahan terhadap radiasi ionisasi?”

Bencana pembangkit tenaga nuklir Chernobyl pada 1986 telah mengubah kawasan sekitarnya ke dalam lansekap yang sangat radioaktif di Bumi.

Baca Juga: Babi Hutan yang Menggaruk Tanah Menghasilkan Emisi Karbon Setara dengan 1,1 Juta Mobil

Manusia diungsikan, tetapi banyak tanaman dan hewan terus hidup di kawasan tersebut, meskipun tingkat radiasi tinggi tak berubah hampir empat dekade terakhir ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah menemukan bahwa beberapa hewan yang hidup di Zona Terlarang Chernobyl – kawasan di bagian utara Ukraina sepanjang radius 18,6 mil dari pembangkit – secara fisik dan genetik berbeda dari tempat lainnya, menimbulkan banyak pertanyaan mengenai akibat radiasi kronis pada DNA.

Dalam studi baru itu, para peneliti mengunjungi Chernobyl untuk mempelajari nematoda – cacing kecil dengan gen yang sederhana dan reproduksi yang cepat, yang membuat mereka berguna untuk memahami fenomena biologis dasarnya.

Baca Juga: Pakar AI Mengupas Keunggulan Galaxy AI di Galaxy S24, Mendorong Produktivitas dan Pengembangan Talenta

Dengan pencacah Geiger untuk mengukur tingkat radiasi setempat dan peralatan pelindung untuk melindungi dari debu radioaktif, mereka mengumpulkan cacing dari sampel tanah, dari buah busuk, dan bahan organik lainnya.

Cacing tersebut dikumpulkan dari berbagai lokasi dengan jumlah radiasi berbeda. Saat kembali ke laboratorium di NYU, para peneliti mempelajari cacing-cacing tersebut, dengan melibatkan pembekuan.

“Kita dapat menyimpan cacing dalam keadaan beku, dan kemudian dicairkan untuk dipelajari kemudian,” ujar Matthew Rockman, seorang profesor biologi di NYU dan senior dalam studi ini.

Baca Juga: Katak Pohon Hijau Chernobyl Mampu Mengurangi Efek Radiasi dengan Berubah Menjadi Hitam

Para peneliti terkejut menemukan bahwa mereka tidak bisa mendeteksi tanda-tanda kerusakan akibat radiasi pada gen cacing dari Chernobyl.

“Ini tidak berarti bahwa Chernobyl aman, kemungkinan besar bahwa nematoda benar-benar hewan ulet dan bisa bertahan di kondisi ekstrem,” ujar Dr Tintori seperti dilansir laman MailOnline. 

“Kita juga tidak tahu berapa lama setiap cacing yang dikumpulkan berada di Zona tersebut, jadi kita tidak bisa yakin benar berapa level terpapar setiap cacing dalam empat dekade tersebut.”

Baca Juga: Chernobyl Lumpuh, Sistem Perlindungan yang Memantau Tingkat Radiasi Berhenti Mentransmisikan Data

Penemuan mereka menyebutkan bahwa cacing-cacing dari Chernobyl tidak perlu lebih toleran pada radiasi dan lansekap radioaktif tidak memaksa mereka untuk berevolusi.

Hasil ini memberi para ilmuwan petunjuk bagaimana memperbaiki DNA bisa bervariasi dari individu ke individu.

Dan, meskipun genetik nematoda sederhana, penemuan ini bisa membawa pemahaman yang lebih baik pada variasi alami dalam manusia.

Baca Juga: Erdogan Memperingatkan Risiko 'Chernobyl' di Zaporizhzhia, Serangan Baru Rusia di Kharkiv Tewaskan 7 Orang

“Kini kita tahu strain O. tipulae ada yang lebih sensitif atau lebih toleran pada kerusakan DNA, kita bisa menggunakan strain ini untuk mempelajari mengapa individu yang berbeda lebih tahan dari yang lain terhadap efek karsinogen,” kata Dr Tintori.

Bagaimana individu berbeda dalam sebuah spesies merespon pada kerusakan DNA merupakan pemikiran untuk riset kanker dalam mencari pemahaman mengapa beberapa manusia kecenderungan genetiknya mengembangkan kanker, sementara yang lain tidak.***

 

 

Editor: Didih Hudaya ZP

Sumber: mailonline

Tags

Terkini

Terpopuler