Baca Juga: Serbuan Israel di Gaza: Dampak Fatal bagi Warga Sipil dan Tantangan Diplomatik Internasional
Pemerintahan Netanyahu bisa memutuskan untuk mengabaikan putusan Senin, membuka jalan bagi konfrontasi konstitusional mengenai cabang pemerintahan mana yang memiliki kekuasaan mutlak.
Keputusan ini dikeluarkan karena presiden Mahkamah Agung yang sementara, Esther Hayut, pensiun, dan Senin adalah hari terakhirnya dalam jabatan tersebut.
Netanyahu dan sekutunya mengumumkan rencana besar mereka untuk merombak yudikatif segera setelah mereka mengambil alih jabatan setahun yang lalu.
Baca Juga: Tragedi Kemanusiaan: Lebih dari 20.000 Warga Palestina Tewas dalam Konflik Israel-Hamas
Rencana tersebut mencakup membatasi kekuasaan para hakim, termasuk dengan membatasi kemampuan Mahkamah Agung untuk meninjau keputusan parlemen dan mengubah cara hakim diangkat.
Para pendukung mengatakan perubahan tersebut bertujuan untuk memperkuat demokrasi dengan membatasi wewenang hakim yang tidak terpilih dan memberikan lebih banyak kekuasaan kepada pejabat yang terpilih.
Tetapi para penentang melihat reformasi ini sebagai upaya pengambilalihan kekuasaan oleh Netanyahu, yang sedang diadili atas tuduhan korupsi, dan serangan terhadap lembaga pengawas utama.
Baca Juga: Drama Pahit Zona Perang: Kematian Sandera Israel dan Kontroversi Kekejaman Militer
Gerakan untuk Kualitas Pemerintahan di Israel, sebuah kelompok pemerintahan yang mendukung legislasi tersebut, menyebut keputusan Mahkamah Agung "kemenangan publik yang sangat besar bagi mereka yang mencari demokrasi".