ZONA PRIANGAN - Jika semua partai ingin memiliki pasangan calon, bahkan pilpres berpotensi tidak bisa satu putaran selesai, maka penurunan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold/PT) harus menjadi 0 persen.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin yang mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur keserentakan pemilu yang menghendaki dilaksanakan dalam 1 hari pemungutan suara, terutama Pilpres satu putaran.
"Jadi, kalau PT 0 persen, akan terjadi dua putaran," kata Zulfikar, dilansir Antara, Minggu 18 Desember 2021.
Baca Juga: Rocky Gerung: Kalau PDIP Memang Percaya Diri, Buka Saja Presidential Threshold Menjadi Nol Persen
Menurutnya, beberapa pihak sudah mengajukan uji materi ke MK, kita lihat saja hasilnya karena sebelumnya sudah dilakukan hal yang sama.
"Kalau MK mengabulkan gugatan itu, pembentuk UU harus menghormati dan menindaklanjuti. Namun, kalau tidak, semua pihak harus menghormati," katanya.
Selain itu Zulfikar menjelaskan maksud pemilu serentak itu untuk mengatasi pembelahan pemerintahan dalam sistem presidensial dan multipartai yang dianut Indonesia.
Baca Juga: Refly Harun: Fadli Zon Pasti Paham Agenda Tersembunyi Diterapkannya Presidential Threshold
Menurut dia, pemilu serentak tersebut bertujuan agar pemenang pilpres sekaligus menjadi pemenang di pileg.
"Jadi, kalau pileg dan pilpres tidak dilaksanakan dalam 1 hari pemungutan suara dan tidak satu putaran, maksud keserentakan pemilu itu tidak tercapai," ujarnya.
Zulfikar menekankan bahwa Partai Golkar menitikberatkan pada apa yang mau dicapai dalam pemilu serentak sehingga PT merupakan "jembatan" untuk memperkuat sistem presidensial yang dianut bangsa Indonesia.
Baca Juga: Rocky Gerung: Prabowo Subianto Masih Ingat dan Pernah Bilang Presidential Threshold Merupakan Lelucon Politik
Ia berpendapat bahwa besaran PT yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu sebesar 20 persen, secara teori probabilitas bisa memunculkan 4—5 pasangan calon presiden/wakil presiden.
"Kalau itu muncul, masyarakat diberi ruang untuk memiliki calon alternatif. Partai ketika mau mencalonkan pasangan calon akan mempertimbangkan banyak hal, seperti suara publik dan figur yang akan dicalonkan," katanya.***