Kisah Perempuan jadi Penggali Kubur Sejak Remaja

- 29 Desember 2022, 13:00 WIB
Sutiah mempunyai profesi sebagai penggali kubur sejak remaja warga Blok Pajaten,  RT 03/04, Desa Sukaraja Kulon, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka.
Sutiah mempunyai profesi sebagai penggali kubur sejak remaja warga Blok Pajaten, RT 03/04, Desa Sukaraja Kulon, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka. /Zonapriangan.com/Rachmat Iskandar ZP

“Maneh kudu boga pagawean beh bisa dahar, tapi pagawean maneh mah pagawean jalu (kamu haru punya pekerjaan agar bisa makan, tapi pekerjaan yang kamu kerjaana dalah pekerjaan laki-laki),” Sutiah menirukan omongan bapaknya.

Saat bekerja di pabrik genteng, Sutiah diminta pengusaha genteng “Igi” di Desa Pinagraja untuk membuat sumur di lingkungan pabrik. Saat itu dia membuat dua sumur dengan kedalaman masing-masing lima meteran. Kedua sumur tersebut dia kerjakan selama empat hari dibantu satu temannya. Dia sebgai penggali dan mengangkat tanah, temannya menarik tanah galian dari bagian atas. Setelah punya suami pekerjaan dilakukan bersama suaminya Kasan (60).

Baca Juga: Waspada Sesar Baribis, BPBD Majalengka Sosialisasikan Mitigasi Gempa Bumi

Sejak itulah pesanan membuat sumur berdatangan dari mana-mana, tidak hanya dari warga di kampungnya namun juga pesanan dari luar desa dan kecamatan seperti dari Desa Loji, Cibentar, Maja dan sejumlah daerah lainnya hingga jumlahnya tidak terhitung.

Sementara pekerjaan penggali kubur pertama kali dia lakukan karena saat itu tidak banyak yang bersedia menggali kubur karena cuaca hujan deras dan sore hari, sedangkan di wilayahnya ada kebiasaan kalau orang meninggal saat itu juga harus segera dikuburkan.

Banyak kuburan yang dikerjakannya berdua bersama suaminya atau anaknya. Menggali kubur tidak hanya dilakukan siang hari namun juga tengah malam dengan penerangan lilin. Karena jaman dulu belum ada penerangan listrik.

Baca Juga: Waspada Cuaca Ekstrem di Wilayah Jawa Barat hingga 25 Desember 2022 Mendatang

“Lilin kadang seep dua pak, da kulawarga nu papaten teu nyiapkeun lampu. Ayeuan ge aya wae kulawarga nu teu nyiapkeu lampu jadi ku lilin,” ungkap Juju anak Sutiah.

Sekarang ketika ada yang meninggal, kuncen makam langsung manggil Sutiah untuk segera datang ke makam.Atau kadang Sutiah juga mendapat pesanan dari keluarga untuk memindahkan kuburan karena terancam longsor atau tergerus air.

Upah sebagai penggali sumur saat ini menurut Sutiah sebesar Rp 1.000.000 hingga Rp 2.000.000 dengan kedalaman 13 m hingga 15 m. Sedangkan menggali kubur tergantung keridoan keluarganya. Ada yang mencapai Rp 1.000.000 ada yang hanya Rp 50.000 bahkan tidak sama sekali seperti halnya pasien Covid-19. Saat itu ada 4 kasus yang meninggal akibat Covid-19, dia lah yang menggali kuburnya hingga tuntas, karena petugas hanya menurunkan peti jenazah ke liang lahat.

Halaman:

Editor: Yudhi Prasetiyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x