“Kalau produksi panen basah tahun lalu dan sekarang hampir sama sebanyak 7 tonan, tapi ketika kering menyusut tajam karena rendemennya rendah, terlalu banyak air,” kata Jojo.
Kerugian yang diderita petani, menurutnya, selain rendemen yang rendah, proses penjemuran pun cukup lama hingga menyita waktu petani.
Baca Juga: Vape, Rokok Elektrik yang Berbahaya, Hasil Penelitian Menyimpulkan Pengguna Mudah Terserang Asma
Sekarang karena curah hujan tinggi waktu menjemur mencapai hampir dua bulanan, biasanya waktu menjemur hanya membutuhkan waktu 20 hari saja.
Meski kualitas tembakau turun, namun pasar tembakau asal Kecamatan Bantarujeg dan Lemahsugih ini tetap tinggi.
Pengepul tembakau setiap hari terus berdatangan menemui para petani untuk membeli tembakau hasil olahannya.
Baca Juga: Unik, Jumlah Kawanan Kera di Taman Kalijaga Tidak Pernah Berubah
Sementara pasar tembakau untuk dari Kabupaten Majalengka sendiri masih tetap ke wilayah Cianjur, Sumedang, Bandung, Garut dan Tasikmalaya.
Tembakau Majalengka selama ini tidak pernah bisa masuk ke pabrik rokok, hal ini karena tembakau Majalengka harganya jauh lebih mahal dibanding tembakau asal Lombok ataupun Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Menyinggung soal naiknya cukai tembakau, menurut Jojo, bagi petani Majalengka tidak berpengaruh, karena tembakaunya tidak masuk ke pabrik melainkan pada tembakau iris olahan.***