Pelabelan BPA Free di Kemasan Galon Guna Ulang Masih Silang Pendapat di YLKI, Ini Penjelasannya

- 11 Februari 2022, 10:36 WIB
Ilustrasi botol plastik. Pelabelan BPA Free di kemasan galon guna ulang masih silang pendapat di YLKI, ini penjelasannya.
Ilustrasi botol plastik. Pelabelan BPA Free di kemasan galon guna ulang masih silang pendapat di YLKI, ini penjelasannya. /Pixabay/Conger Design/

ZONA PRIANGAN - Peraturan pelabelan BPA Free di kemasan galon guna ulang telah diwacanakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Di kalangan pemerintah maupun masyarakat masih terjadi pro dan kontra dalam menyikapi pelabelan BPA Free di kemasan galon guna ulang ini.

Seperti di dalam Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), masih ada dua pendapat yang berbeda dalam menyikapi pelabelan BPA Free di kemasan galon guna ulang.

Baca Juga: BPOM Dinilai Tak Netral Buat Kebijakan, Pakar: Pelabelan BPA Free Khusus Galon Guna Ulang Resahkan Masyarakat

Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi, mengatakan peraturan BPOM soal BPA Free di kemasan galon guna ulang itu perlu dikomunikasikan terlebih dulu dengan para pelaku usahanya.

"Peraturan itu kan harus dibahas secara bersama, nggak sendiri. Mungkin ada masukan dari produsen. Karena ini kan mengakomodir tiga pihak yaitu pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen. Kalau pemerintah itu membuat peraturan tapi tidak bisa diimplementasikan, kan konyol namanya," katanya belum lama ini.

Menurut Sularsi, peraturan yang baik itu adalah yang bisa diimplementasi dan dikomunikasikan.

Baca Juga: Terkait Rencana Pelabelan BPA Free Galon Guna Ulang, Kemenko Perekonomian Minta BPOM Kaji Ulang

"Jadi industri kan tetap harus hidup. Regulasi itu kan bukan untuk mematikan perusahaan, tetapi bahwa regulasi itu justru memberikan kepastian hukum untuk pelaku usaha, memberikan keamanan untuk pelaku usaha dan konsumen," ujarnya.

Sementara soal pelabelan kemasan pangan, menurutnya selama ini hal itu sudah diatur bahwa kemasan itu harus menggunakan bahan-bahan yang sudah dipastikan aman untuk makanan atau minuman yang akan dikemas dengan wadah tersebut.

Untuk kemasan plastik itu sendiri, jelas Sularsi, seperti galon itu sudah ada SNI atau standar plastik kemasannya di Kementerian Perindustrian.

Baca Juga: Greenpeace Ajak Masyarakat Tidak Konsumsi Air Mineral Galon Sekali Pakai, Waspada Dampak Migrasi Mikroplastik

"Karena hampir semua saat ini kan pangan itu dikemas dengan plastik. Pertanyaannya itu plastik-plastik yang mana yang wajib untuk dilabeli itu? Kalau misalnya kemasan khusus AMDK, itu kan sudah diatur, jika tersentuh dengan wadahnya tidak boleh terkontaminasi oleh wadah tersebut, sehingga wadah tersebut kan harus memenuhi syarat-syarat dan ketentuan yang aman untuk menjadi wadah, itu kan memang sudah ada aturannya," ungkapnya.

Lebih lanjut Sularsi menegaskan bahwa pada setiap kemasan pangan, utamanya plastik itu sudah diberikan lambang-lambang yang menunjukkan jenis plastiknya.

Dia mencontohkan seperti barang-barang berbahan melamin yang diberikan gambar sendok dan garpu. Artinya, barang itu aman untuk makanan.

Baca Juga: BPOM Tegaskan Paparan BPA AMDK Galon Aman untuk Bayi dan Ibu Hamil, Belum Ada Bukti Plastik Sebabkan kanker

"Jadi, itu bukan sekedar lambang, itu ada ujinya dari Kementerian Perindustrian dan tidak sembarangan," ucapnya.

Menurut Sularsi, bila membuat aturan itu sebaiknya dikomunikasikan dengan para pelaku usahanya dan tidak bisa dipaksakan.

"BPOM sebaiknya menanyakan satu peratu pelaku industrinya apakah memungkinkan atau tidak jika mereka melakukan keduanya, yaitu pencantumkan lambang pelabelan di kemasan plastik produk mereka," jelasnya.

Baca Juga: Badan POM Didesak Lakukan Labeling BPA Free, Komnas Perlindungan Anak: Lindungi Kesehatan Anak-anak

"Kalau si pelaku usaha itu bisa, ya nggak masalah. Tapi kalau tidak, maka mereka bisa menggunakan lambang yang bisa dilihat dengan mudah oleh masyarakat dan itu harus disosialisasikan," katanya.

Sularsi pun mengakui belum pernah menerima pengaduan dari konsumen terkait bahaya penggunaan kemasan pangan.

"Yang ada itu, konsumen mengadu karena adanya makanan yang rusak yang ada dalam kemasannya," bebernya.

Baca Juga: Sebelum Revisi Peraturan Label AMDK Dilakukan, BPOM Harus Membuat Kajian Dampak atas Regulasi Tersebut

Menurut Sularsi, untuk pengaduan khusus untuk wadahnya atau kemasannya, pihaknya belum pernah menerima pengaduan dari konsumen hingga saat ini.

"Tapi kalau produknya, isinya, misalnya makanannya atau minumannya rusak, itu ada," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi justru mengapresiasi langkah BPOM ini.

Menurutnya, proses distribusi AMDK saat ini kurang pengawasan, terutama terkait dengan distribusinya.

Oleh sebab itu, ia menilai pentingnya pengawasan yang dilakukan untuk menjamin produk yang dikonsumsi masyarakat tidak menimbulkan kerugian di kemudian hari.

"Itu kan aturannya sudah jelas, tapi kemudian pengawasan pangsa pasarnya menemukan kasus itu. Kalau saya cermati, dalam posisi di lapangan distribusinya tidak betul, padahal Kemenperin sudah menerapkan batas aman BPA Free sebesar 0,6 mg/kg,” katanya.***

Editor: Yurri Erfansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x