PBA Resmikan Lembaga Kajian, Gelar Bedah Buku Waspadai Fintech Berkedok Koperasi Simpan Pinjam

- 2 Oktober 2022, 21:34 WIB
PBA Resmikan Lembaga Kajian, Gelar Bedah Buku Waspadai Fintech Berkedok Koperasi Simpan Pinjam.
PBA Resmikan Lembaga Kajian, Gelar Bedah Buku Waspadai Fintech Berkedok Koperasi Simpan Pinjam. /ZonaPriangan/Yurri Erfansyah/

ZONA PRIANGAN - Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan UMKM, Minggu, 2 Oktober 2022, meresmikan kantor Pusat Studi Bumi Alumni & Legal Center, yang berlokasi di Surapati Core, Jalan PHH Mustofa, Kota Bandung.

Pusat Studi Bumi Alumni (PSBA) ini didirikan salah satunya untuk melakukan kajian-kajian dalam bidang bisnis UMKM dan mengkaji permasalahan yang terjadi terkait dengan regulasi dan sebagainya.

Dalam acara yang juga diadakan untuk memperingati hari ulang tahun ke-2 PBA, hadir Ketua Dewan Pengawas PBA, Ketua Umum dan jajaran dewan pengurus PBA serta dihadiri oleh Dr. Idris, SH, MH, Dekan Fakultas Hukum Unpad.

Baca Juga: Gerakkan UMKM di Sektor Wedding Organization, 11 Pasangan Pengantin Ikuti Nikah Bersama yang Digelar PBA

Selain itu hadir juga Ketua Umum PSBA, Arief Budiman, SH, dan Ketua Dewan Pengawas PSBA, Dr. Ary Zulfikar SH,MH, serta Dekan Fakultas Hukum Unpad.

Kantor Pusat Studi Bumi Alumni & Legal Center resmi didirikan oleh Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) di Bandung, Minggu, 2 Oktober 2022.
Kantor Pusat Studi Bumi Alumni & Legal Center resmi didirikan oleh Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) di Bandung, Minggu, 2 Oktober 2022.

Ketua Umum PBA, Dr. Ary Zulfikar SH,MH, yang akrab disapa kang Azoo, menyampaikan bahwa dalam perkembangannya Perkumpulan Bumi Alumni, tidak hanya menggerakkan para pelaku bisnis UMKM. Tapi juga memerlukan adanya lembaga yang melakukan kajian-kajian dalam bidang bisnis UMKM, mengkaji permasalahan yang terjadi terkait dengan regulasi dan sebagainya.

"Hal itulah yang melatar belakangi kenapa kami membuat lembaga kajian, kita harapkan pusat studi ini bisa memberikan masukan buat para pengambil kebijakan dalam menyusun regulasi, sebagai salah satu usulan dari masyarakat," paparnya.

Baca Juga: Bumi Alumni Galeri Kembangkan Platform Digital, Ketua PBA: Untuk Distribusinya Kita Gaet KirimAja

Selain menjadi pusat kajian, PSBA juga menjadi legal center yang akan memberikan bantuan hukum kepada para pelaku bisnis UMKM.

"Baik terkait dengan perijinan maupun hal lain misalnya terjerat pinjaman online dan sebagainya," jelas kang Azoo.

Dalam acara ini juga digelar diskusi bedah buku yang berjudul "Waspada Fintech Berkedok Koperasi Simpan Pinjam" karya Dr. Dewi Tenty, SH,MH.

Baca Juga: PBA Unpad Bangkitkan Pelaku UMKM dan Koperasi Lewat Inovasi dan Kolaborasi, Kerjasama dengan Layanan KirimAja

Diskusi yang dipandu oleh Ketua Umum PSBA, Arief Budiman menghadirkan penanggap Prof. Dr. Atip Latipul Hayat, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.

Dewi Tenty dalam bukunya menyampaikan Indonesia sebagai negara terbanyak yang memiliki koperasi sangat dominan jenis koperasi simpan pinjam dibandingkan koperasi produksi.

"Karena demand atau permintaan dari masyarakat yang membutuhkan pinjaman kepada lembaga non bank sangat tinggi. Namun persoalannya adalah banyak dari koperasi-koperasi yang disalah gunakan dengan berbagai modus," ungkapnya.

Baca Juga: Kenalkan Kembali Produk UMKM Anggota PBA, Lupba Cafe di Buka Lagi di Graha Kadin Kota Bandung

Lebih lanjut Dewi mengatakan, hal ini terjadi karena kalau masyarakat hendak mendirikan BPR tidak mudah, syaratnya sangat ketat, dari mulai perijinan, dokumen dan persyaratan keuangan. Demikian juga ketika mendirikan fintech juga tidak mudah.

"Nah yang paling mudah adalah mendirikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dengan modal 15 juta pun sudah berdiri, dengan anggota minimal 15 orang," katanya.

Lalu apa yang terjadi? Menurut Pengamat Koperasi dan bisnis UMKM ini melihat, banyak kemudian rentenir-renternir berkumpul membuat KSP.

Baca Juga: Bantu Masyarakat Kecil dan Gerakkan UMKM Pelaku Ekonomi Kreatif, PBA Adakan Nikah Bersama di Bandung

"Nah itu yang kemudian menjadi embrio dari fintech abal-abal berkedok Koperasi Simpan Pinjam," jelasnya.

Karena, menurut Dewi, pembuatan dan pengawasan KSP tidak diawasi oleh OJK dan modal juga minim.

Juga karena adanya pandemi, masyarakat di dorong melakukan digitalisasi dalam segala aspek, termasuk dalam soal pinjam-meminjam uang.

Baca Juga: Dukung Kemandirian Finansial dan Pemberdayaan UMKM Alumni Unpad, PBA Resmikan Lupba Cafe

"Fintech dengan layanan digital berkedok KSP berkembang bak jamur di musim hujan. Ini yang salah kaprah, kalau Fintech harus terdaftar di OJK, tapi koperasi dengan layanan digital hanya terdaftar di Kominfo," tambahnya.

Dewi menyampaikan, dampak dari adanya Fintech berkedok koperasi sangat merusak, masyarakat yang tidak paham mencari pinjaman instan dengan nilai misalnya Rp2,5 juta namun kemudian menjadi bengkak hingga sampi Rp100 juta.

"Bahkan ada yang juga sampai menjual rumah demi membayar bunga pinjaman yang berlipat-lipat," ucapnya.

Baca Juga: Tandai Satu Tahun Perkumpulan Bumi Alumni, Komunitas Ini Lakukan Ekspor Produk UMKM ke Korea Selatan

Kalau koperasi, kata Dewi, tidak bisa karena tidak bisa memberikan bunga ugal-ugalan, dan selalu ada dual system, peminjam adalah anggota yang juga pemilik koperasi, jadi harus bertanggungjawab terhadap pinjamannya.

"Untuk mengetahui sebuah koperasi dalam mengelola usahanya benar, sebenarnya mudah berapa jumlah asset dan berapa jumlah anggotanya. Kalau assetnya besar, namun anggotanya sedikit maka harus waspada, kalau assetnya besar misalnya 1 trilyun, namun anggotanya sampai ribuan, itu hal yang wajar," paparnya.

Koperasi yang benar juga melakukan edukasi dan pelatihan terhadap anggotanya, sebelum melakukan pinjaman.

Baca Juga: UMKM Wajib Adaptasi di Era Transformasi Digital, Perkumpulan Bumi Alumni Siap Bantu Kuatkan Kualitas Produk

"Itu koperasi yang benar, melakukan pelatihan dan membedakan dengan fintech-fintech illegal," tandas Dewi.

Sebelum bisa meminjam uang, daftar dulu, ikut pelatihan sehingga anggota benar benar paham prinsip dan cara kerja koperasi.

Menurut Dewi, dirinya sangat prihatin dengan banyaknya masyarakat yang menjadi korban dari adanya pinjol illegal. Ada yang bahkan sampai bunuh diri, hal itulah yang juga menggerakan dia untuk membuat buku terkait dengan Fintech illegal yang berkedok KSP.

Baca Juga: Percepat Proses Bisnis UMKM Ditengah Pandemi Covid-19, Perkumpulan Bumi Alumni Luncurkan Merek Lupba

"Buku ini untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat, kenali koperasi simpan pinjam, dan untuk membedakan dengan Fintech illegal," katanya.

Dalam tanggapannya, Prof Atip menyoroti penggunaan teknologi yang memunculkan financial technology (Fintech), teknologi sebenarnya adalah tools untuk mempermudah kehidupan, namun semaju majunya teknologi yang lebih canggih adalah otak manusia.

"Kata kunci dari Fintech untuk menghilangkan kewaspadaan ada dua, pada teknologinya sendiri, jadi ketika fintech masuk dalam denyut nadi kehidupan dan sekarang muncul anomali-anomali, berarti belum selesai teknologinya,” ujarnya.

Baca Juga: Bumi Alumni Ajak Pelaku UMKM Bangun Jejaring Pasar di Jepang, Ingin Sukses Begini Caranya

Dewi berharap agar teknologi financial ini berkembang dan mampu menjadi solusi ke depannya.

Sementara Dr. Ary Zulfikar yang juga menjabat Direktur Eksekutif Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyampaikan literasi keuangan yang membicarakan mana lembaga keuangan yang pruden dan tidak memang masih belum sepenuhnya dipahami masyarakat.

"Kalau meminjam kepada lembaga keuangan non bank, pasti bunganya lebih tinggi dibandingkan dengan bank. Termasuk koperasi pasti bunganya lebih tinggi, persoalannya banyak masyarakat yang menjadi anggota koperasi hanya butuh pinjam uang," ungkapnya.

Baca Juga: Makin Kreatif di Era Pandemi, Fashion Show Digelar Secara Digital oleh UMKM Bumi Alumni Unpad

Mereka, lanjut Ary, menikmati pinjaman uang di koperasi karena lebih mudah dibandingkan dengan perbankan.

Menurutnya disinilah dibutuhkan peran pemerintah, agar masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan akses ke perbankan.

"Masyarakat yang memiliki literasi rendah ini, mendapatkan akses meminjam uang ke lembaga perbankan, sehingga mereka tidak mencari pinjaman ke pinjol ataupun Fintech illegal,” jelasnya.

Praktek yang terjadi di masyarakat yang memerlukan pinjaman sangat mudah terutama kalau ke Pinjol, mereka tidak menghitung jumlah bunganya, namun lebih kepada kemampuan bayarnya.

"Menjadi masalah ketika tidak mampu membayar cicilan, tiba-tiba menjadi berlipat utangnya karena bunganya yang sangat tinggi,” pungkasnya.***

Editor: Yurri Erfansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x