Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam Sebaiknya Dilakukan Otoritas Khusus, Pakar: Bukan Lembaga Keuangan

- 20 Desember 2022, 19:18 WIB
Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam Sebaiknya Dilakukan Otoritas Khusus, Pakar: Bukan Lembaga Keuangan.
Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam Sebaiknya Dilakukan Otoritas Khusus, Pakar: Bukan Lembaga Keuangan. /Zonapriangan.com/Yurri Erfansyah/

ZONA PRIANGAN - Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) bekerja sama dengan Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran (Unpad), Lembaga Bantuan Hukum Pusat Studi Bumi Alumni (PSBA), Club Discussion Notaris Kelompencapir dan Kelompok Studi Hukum FH Unpad mengadakan Seminar dan Eksibisi Koperasi dengan tema “Kebangkitan Koperasi Indonesia : Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045.”

Seminar ini dihadiri juga oleh para pemerhati koperasi, kalangan akademisi, serta para undangan. Seminar di selenggarakan di Graha Sanusi Hardjadinata, Kampus Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur, Kota Bandung, Jumat, 16 Desember 2022.

Seminar menghadirkan pembicara, dari berbagai kalangan ahli dan pakar, diantaranya adalah Keynote Speaker, Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI, Ahmad Zabadi, Deputi Bidang Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan UMKM, Rizal Ramli, pakar ekonomi, Prof. Dr. Susi Dwi Harijanti, SH,MH, Dr. Indra Prawira, Dr. Dewi Tenty, SH,Mkn, Prof Dr. Isis Ikhwansyah, Imran Nating SH, MH, Ir Deddy Irja Pratama, Dr Defian  Cori, Drs, Kusmana Hartadi, Untung Tri Basuki dan H. Aun Gunawan SE.

Baca Juga: PBA Resmikan Lembaga Kajian, Gelar Bedah Buku Waspadai Fintech Berkedok Koperasi Simpan Pinjam

Seminar memotret persoalan koperasi secara komprehensif, dari mulai regulasi, pengawasan, praktek koperasi dan testimoni para pelaku koperasi yang sudah berhasil mengembangkan bisnis dengan skala besar.

Dalam sambutan pembukaannya, Ketua Umum PBA, Dr. Ary Zulfikar, menyampaikan dalam waktu terakhir ini permasalahan yang dihadapi koperasi, antara lain salah tata kelola, gulung tikar atau bahkan digugat pailit.

"Kemudian ada praktek pseudo banking, yang melakukan praktik penghimpunan, investasi dan simpan pinjam, memanfaatkan tidak adanya pengawasan yang ketat dari otoritas," ujarnya.

Baca Juga: Gerakkan UMKM di Sektor Wedding Organization, 11 Pasangan Pengantin Ikuti Nikah Bersama yang Digelar PBA

Menurut pria yang akrab dipanggil Azoo, permasalahan tersebut yang mendorong adanya seminar untuk mendiskusikan dan membuat evaluasi bersama agar koperasi di Indonesia dapat berjalan sebagaimana mestinya, dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

"Mudah-mudahan dari seminar ini bisa memberikan rekomendasi kepada pemegang kebijakan," jelas Azoo.

Sementara Dr. Idris, SH, MH Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, menyambut baik adanya seminar tentang koperasi yang diselenggarakan PBA bekerjasama dengan Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, mengingat peran koperasi yang sangat penting bagi perekonomian, namun dalam implementasinya masih belum seperti yang diharapkan.

Baca Juga: Bumi Alumni Galeri Kembangkan Platform Digital, Ketua PBA: Untuk Distribusinya Kita Gaet KirimAja

"Kondisi koperasi seperti mati suri, antara ada dan tiada, nah tema seminar ini sangat menantang, mudah-mudahan dari diskusi  ini bisa memberikan rekomendasi dan masukan,untuk memperbaiki perkoperasian di Indonesia," ungkapnya.

Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI dalam keynote speakernya melihat masih adanya persepsi bahwa koperasi adalah entitas ekonomi yang kuno dan ketinggalan jaman, namun ia menampik bahwa persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar karena eksistensi koperasi justru berkembang di negara kapitalis.

"Dari data diketahui 100 koperasi terbaik di dunia ada di Amerika Serikat, yang merupakan pusat kapitalisme dunia," kata Bambang Soesatyo (Bamsoet).

Baca Juga: PBA Unpad Bangkitkan Pelaku UMKM dan Koperasi Lewat Inovasi dan Kolaborasi, Kerjasama dengan Layanan KirimAja

Terkait dengan kondisi koperasi di Indonesia, Bamsoet menyoroti banyaknya tata kelola koperasi yang tidak sesuai dengan semangat koperasi, karena dalam prakteknya banyak yang disalahgunakan dengan berkedok investasi, pengumpulan dana dan sebagainya. Masalah lain adanya gugatan pailit yang terjadi sehingga kondisi koperasi seperti terpinggirkan.

Dua hal ini yang harus dicari solusinya. Bamsoet optimis jika koperasi dikelola dengan benar dan pemerintah memberikan dukungan, koperasi di Indonesia bisa bangkit kembali dan menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Ditengah permasalahan yang terjadi dengan koperasi menurut Ahmad Zabadi, Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UMKM, koperasi di Indonesia terus berkembang.

Baca Juga: Kenalkan Kembali Produk UMKM Anggota PBA, Lupba Cafe di Buka Lagi di Graha Kadin Kota Bandung

Jumlah total koperasi saat ini 127.846 unit dengan jumlah anggota mencapai 27.100.372 orang. Zabadi tidak menampik jika muncul berbagai permasalahan terkait Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang digugat pailit oleh anggotanya serta praktek yang tidak benar.

"Kami saat ini sudah membentuk satgas untuk membantu dan menangani koperasi yang bermasalah," katanya.

Hal lain yang sedang dilakukan adalah melakukan revisi UU Perkoperasian, untuk membentuk ekosistem perkoperasian di Indonesia. Revisi UU Perkoperasian tak lepas dari adanya Omnibus Law UU Pengembangan, Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang hampir mendegradasi perankementerian koperasi dan UMKM dalam hal pengawasan koperasi.

Baca Juga: Bantu Masyarakat Kecil dan Gerakkan UMKM Pelaku Ekonomi Kreatif, PBA Adakan Nikah Bersama di Bandung

"Koperasi di Indonesia harus diawasi oleh lembaga yang memiliki otoritas, seperti halnya sektor keuangan dan perbankan yang diawasi oleh OJK, dan simpanan uangnya dijamin oleh LPS, ekosistemnya berlapis-lapis, nah inilah yang ingin kita kembangkan di perkoperasian," ungkapnya.

Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Koperasi saat ini berbagi peran, KSP yang memiliki modal mayoritas dari luar anggota dan melayani simpan pinjam di luar anggota di awasi oleh OJK, sedangkan KSP yang hanya melayani anggota pengawasan ada di Kementerian Koperasi dan UMKM.

Pihaknya juga mendorong agar koperasi yang berkembang, adalah koperasi yang bergerak di sektor produksi, sektor riilbukan hanya koperasi simpan pinjam.

Baca Juga: Dukung Kemandirian Finansial dan Pemberdayaan UMKM Alumni Unpad, PBA Resmikan Lupba Cafe

Sedangkan Prof Susi Dwi Harijanti SH, MH, menyebut, bahwa metode omnibus dalam menyusun UU sering kurang tepat, karena masing-masing UU ada yang memiliki relevansidan tidak.

Ia mempertanyakan pengawasan koperasi simpan pinjam dalam ranah OJK. Bagaimana dengan koperasi yang bergerak di luar simpan pinjam? Pengaturan harus sesuai dengan hukum koperasi yang terdapat dalam pasal 33 ayat (1) UUD 45. 

Dalam seminar tersebut, pakar ekonomi, Rizal Ramli mengingatkan bahwa permasalahan koperasi saat ini bukan semata-mata soal aturan. Ia memberikan saran agar Kementerian Koperasi dan UMKM, meminta koperasi-koperasi memperbaiki manajemen, salah satunya adalah dengan menerbitkan laporan keuangan secara terbuka dan periodik.

Baca Juga: Perkuat Ekosistem Kelembagaan Koperasi di Jawa Barat, Lewat Kolaborasi dengan Masyarakat

Selain itu juga harus ada preferensi dalam membuat kebijakan, kementerian Koperasi dan UMKM harus menetapkan target secara terukur mengenai perkembangan koperasi.

"Alokasi kredit untuk pelaku bisnis UMKM harus ditingkatkan, dari 14 persen menjadi 35 persen dan yang terakhir adalah koperasi harus melakukan transformasi melakukan digitalisasi," ujarnya.

Sementara Prof. Dr. Isis Ikhwansyah menyoroti pengawasan terhadap koperasi dalam UU yang sangat lemah. Salah satu bentuk koperasi, yaitu Koperasi Simpan Pinjam (KSP), bukan digolongkan sebagai lembaga keuangan dengan KSP tidak dibawah pengawasan OJK.

Secara sistem hukumnya ada di bawah Kementerian Koperasi dan UMKM dan termasuk dalam kategori usaha bersama ekonomi kerakyatan. 

“Pengawasan koperasi diserahkan kepada anggota dan RAT menjadi sarana keterbukaan antara pengurus dan anggota. Dengan pemahaman bahwa koperasi berbeda dengan lembaga keuangan seperti bank, maka tidak tepat jika pengawasan koperasi diserahkan kepada OJK,” paparnya.

Hal lain yang menjadi atensi adalah adanya permasalahan pailit yang dialami oleh koperasi. Sesuai dengan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, antara lain mengatur tentang penyelesaian hukum antara kreditor dengan debitor dalam hal jika ada sengketa, khususnya terkait kewajiban utang-piutang. Nampaknya banyak dari anggota koperasi yang tidak mengedepankan rasa memiliki terhadap koperasi masing-masing.

“Namun anggota koperasi yang seolah merasa sepertinasabah yang mempunyai rekening simpanan bank, karena itu saya mendorong agar ada pengawasan khusus dari adanyakoperasi ini,” tambahnya.

Sementara Dr. Dewi Tenty, penggiat yang juga notaris mengingatkan banyaknya penyalahgunaan yang dilakukanoleh oknum yang memanfaatkan lembaga koperasi. Bentuknya sangat beragam, ada rentenir berkedok KSP, Bank Gelap berkedok KSP, Fintech berkedok KSP, Koperasi sebagai cangkang, dan pinjam meminjam lembaga koperasi untuk suatu kegiatan.

Terkait dengan banyaknya jumlah koperasi membutuhkan pengawasan khusus guna memastikan tata kelola koperasi sebagaimana  tujuan awal yang diatur dalam UU No 25 tahun 1992 tentang perkoperasian.

Sebagaimana disyaratkan dalam ILO, yakni koperasi adalah organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis dan mandiri," jelas Dewi Tenty, yang juga menjadi Kepala Bidang Hubungan AntarLembaga, PBA.

Dewi Tenty memberikan saran sebagaimana yang diamanatkandalam PP No 9/1995 tentang perkoperasian, bahwa pembinaan dan pengawasan KSP diakukan oleh Kementerian Koperasi. Dimana KSP wajib memberikan laporan secara berkala dan tahunan kepada Menteri Koperasi dan UMKM.

"Idealnya pembinaan dan pengawasan adalah seiring dan sejalan apa yang dibina itu yang diawasi," pungkasnya.***

Editor: Yurri Erfansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x