Pernyataan Kementerian Luar Negeri menyatakan bahwa kasus Afrika Selatan tidak memiliki dasar hukum dan merupakan "eksploitasi yang hina dan merendahkan" terhadap pengadilan.
Israel juga menuduh Afrika Selatan berkolaborasi dengan Hamas, kelompok militan Palestina di balik serangan mematikan pada 7 Oktober di selatan Israel yang memicu perang yang sedang berlangsung.
Pernyataan itu juga menyatakan bahwa Israel beroperasi sesuai hukum internasional dan fokus pada tindakan militer hanya terhadap Hamas, menambahkan bahwa warga Gaza bukanlah musuh.
Baca Juga: Dampak Tragis Perang Israel-Hamas: Amputasi Menjadi Kehidupan Baru bagi Korban Perang di Gaza
Israel mengklaim telah mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampak terhadap warga sipil dan memfasilitasi bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah tersebut.
Afrika Selatan dapat membawa kasus ini di bawah Konvensi Genosida karena keduanya, Afrika Selatan dan Israel, adalah pihak yang menandatangani konvensi tersebut.
Apakah kasus ini akan berhasil menghentikan perang, sesuatu yang patut kita cermati bersama.
Baca Juga: Serbuan Israel di Gaza: Dampak Fatal bagi Warga Sipil dan Tantangan Diplomatik Internasional
Meskipun perintah pengadilan bersifat mengikat secara hukum, tidak selalu diikuti. Pada Maret 2022, pengadilan memerintahkan Rusia menghentikan hostilitas di Ukraina, tetapi Moskow tetap melanjutkan serangan.
Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa negara tersebut "sangat prihatin dengan nasib warga sipil yang terjebak dalam serangan Israel saat ini di Jalur Gaza akibat penggunaan kekuatan secara sembarangan dan pengusiran paksa penduduk".