Indonesia Financial Watch Dorong BPOM Tetap Netral, Lihat Motif Bisnis Dibalik Polemik BPA

11 April 2022, 23:14 WIB
Ilustrasi botol plastik. Indonesia Financial Watch dorong BPOM tetap independen, lihat motif bisnis dibalik polemik BPA. /Pixabay/Conger Design/

ZONA PRIANGAN - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) didorong untuk tetap independen oleh Pusat Kajian Finansial Indonesia atau Indonesia Financial Watch (IFW).

Hal ini dilakukan seiring di tengah persaingan bisnis para produsen air minum dalam kemasan (AMDK) yang terjadi saat ini.

Founder dan Koordinator Forum Indonesia Financial Watch (IFW), Abraham Runga Mali, mengatakan dengan posisi seperti itu, sebagai otoritas pengawas keamanan pangan dan minuman di Indonesia, BPOM diharapkan akan bisa tetap menjaga independensinya di tengah kampanye negatif yang menyasar produk air kemasan galon polikarbonat.

Baca Juga: BPOM Dinilai Tak Netral Buat Kebijakan, Pakar: Pelabelan BPA Free Khusus Galon Guna Ulang Resahkan Masyarakat

"Jadi, BPOM sebagai pengawas keamanan pangan harus menjaga netralitas dan jangan sampai dijebak oleh agenda terselubung pihak tertentu," ujarnya belum lama ini.

Seperti diketahui, lanjut Abraham, bisnis AMDK di Indonesia memasuki babak baru ketika sejumlah organisasi, LSM, dan pendengung (buzzers) media sosial, beberapa waktu lalu mendesak agar BPOM mengatur ulang regulasi terkait dengan kemasan AMDK galon guna ulang.

Mereka yang paling gencar mendorong isu ini di media merupakan organisasi bentukan baru seperti JPKL di awal isu berhembus kemudian sekarang FMCG Insights - organisasi berbentuk perkumpulan yang dikomandoi oleh Achmad Haris, mantan Tenaga Ahli anggota DPR Komisi X, yang tidak memiliki jejak di industri FMCG. Markas FMCG Insights di sebuah ruko di Pejaten ini sepi dan tidak ada kegiatan di dalamnya.

Baca Juga: Terkait Rencana Pelabelan BPA Free Galon Guna Ulang, Kemenko Perekonomian Minta BPOM Kaji Ulang

Kelompok-kelompok bentukan baru seperti FMCG Insights ini tiba-tiba memunculkan nama pengurus yang juga sulit dicari jejak kredibilitas maupun jejak digitalnya seperti Muhammad Hasan yang mendapuk dirinya sebagai koordinator riset FMCG Insights.

Seperti dikatakan salah seorang pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), media-media online mengutip dan percaya begitu saja statement statement narasumber ini tanpa cek dan ricek kredibilitas mereka atas isu yang mereka angkat.

FMCG Insights menghembuskan isu tunggal tentang BPA di air kemasan galon dengan mengait-ngaitkan kekhawatiran potensi migrasi atau perpindahan zat Bisphenol A (BPA) sebagai salah satu bahan yang dipakai dalam pembuatan galon polikarbonat (plastik keras).

Baca Juga: Sebelum Revisi Peraturan Label AMDK Dilakukan, BPOM Harus Membuat Kajian Dampak atas Regulasi Tersebut

Padahal, menurut pakar ahli polimer ITB selama lebih dari 30 tahun keberadaan air galon ini di Indonesia, tak pernah ada kecemasan apa pun sehubungan kandungan BPA dalam galon berbahan polikarbonat ini.

Bahkan, BPOM sebagai regulator menegaskan meski mengandung BPA, air galon guna ulang itu sangat aman untuk dikonsumsi karena tingkat migrasinya jauh di bawah batas aman yang dipersyaratkan oleh aturan BPOM.

Abraham mengatakan, isu ini menjadi bising setelah munculnya produk galon kemasan PET yang diluncurkan secara masif di awal 2020.

Baca Juga: Terkait Pembuatan Aturan Pangan, Pakar Keamanan Pangan IPB Ingatkan BPOM untuk Tidak Diskriminatif

Karenanya, dia meminta BPOM agar tidak gegabah dan menyerah begitu saja terhadap kampanye hitam dan desakan segelintir pihak yang meminta mereka menerbitkan regulasi tambahan yang mewajibkan produsen AMDK galon polikarbonat untuk mencantumkan label BPA pada kemasannya.

"BPOM harusnya ikut menyelidiki motif dan siapa di balik desakan ini," ujarnya.

Apalagi, lanjut Abraham, melalui laman resminya, BPOM sudah menegaskan bahwa hasil pengawasan terhadap galon AMDK berbahan polikarbonat selama lima tahun terakhir memperlihatkan migrasi BPA di bawah 0,01 bpj (10 mikrogram/kg).

Baca Juga: BPOM Tegaskan Paparan BPA AMDK Galon Aman untuk Bayi dan Ibu Hamil, Belum Ada Bukti Plastik Sebabkan kanker

Dengan kata lain, BPOM menyampaikan bahwa migrasi BPA dalam air kemasan galon polikarbonat itu sangat kecil atau masih dalam ambang batas aman untuk kesehatan.

Selain itu, jelas Abraham, ada juga beleid seperti Permenperin No 26 Tahun 2019 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Air Mineral, Air Demineral, Air Minum Alam, dan Air Minum Embun secara Wajib, yang juga menegaskan galon guna ulang aman untuk dikonsumsi karena telah melalui proses pengujian parameter SNI.

"Artinya, ketika pelaku industri AMDK sudah memenuhi segala regulasi tersebut, tak ada alasan rasional apapun bagi BPOM untuk menerbitkan regulasi baru atau tambahan," ungkapnya.

Baca Juga: Terkait Wacana BPOM Akan Labeli Kemasan Pangan Mengandung BPA, Inaplas Menyatakan Keberatannya

Dia menduga wacana pelabelan BPA dalam kemasan galon polikarbonat itu mewakili agenda tersembunyi pelaku usaha tertentu yang juga 'bermain' dalam bisnis AMDK, yang ingin memperbesar pangsa pasar dengan cara 'menyingkirkan' pemain lama melalui aturan pelabelan BPA dalam galon PET.

Menurut Abraham, aturan ini akan menciptakan relasi asimetris antar-produk dengan menekankan pada kemasan, dan bukan produk yang dikonsumsi.

"Karenanya, BPOM harus tetap independen dan menjaga marwahnya sebagai otoritas pengawas obat, makanan dan minuman secara netral, dan tidak memihak agar tetap bisa dipercaya dan bisa diandalkan oleh masyarakat luas," ujarnya.

Baca Juga: Pelabelan BPA Free di Kemasan Galon Guna Ulang Masih Silang Pendapat di YLKI, Ini Penjelasannya

Karenanya, jelas Abraham, jangan sampai BPOM bisa dimanfaatkan pihak tertentu dan oknum lainnya yang bersekongkol berusaha mengambil keuntungan besar dengan cara membonceng penerbitan aturan BPOM.

Abraham juga melihat sangat berbahaya kalau di balik penerbitan beleid BPOM ada transaksi uang dalam jumlah besar sebagai 'imbal jasa' untuk memunculnya suatu peraturan baru, yang tidak didasarkan pada hasil penelitian yang sahih dan urgensinya pun dipertanyakan secara akademis.

"Jika BPOM selalu mengkampanyekan konsumen untuk membaca label pangan, sudah seharusnya BPOM pun teliti membaca motif pihak-pihak yang mendesak penerbitan aturan label pangan sebelum menerbitkan aturan tersebut," ucapnya.

Komisioner Komisi Persaingan Usaha (KPPU), Chandra Setiawan, juga melihat polemik isu BPA ini berpotensi mengandung diskriminasi.

Menurutnya, 99,9% industri ini menggunakan galon yang digunakan atau diisi ulang.

"Dan hanya satu yang produknya menggunakan galon sekali pakai jenis PET," katanya.***

Editor: Yurri Erfansyah

Tags

Terkini

Terpopuler