Kupas Tuntas Terorisme, Mantan Kepala BNPT, FBI dan Para Pakar Cyber Crime Berkumpul di Sespimma Polri

- 23 November 2022, 15:42 WIB
Kupas tuntas terorisme, Mantan Kepala BNPT, FBI dan para pakar cyber crime berkumpul di Sespimma Polri di Lembang.
Kupas tuntas terorisme, Mantan Kepala BNPT, FBI dan para pakar cyber crime berkumpul di Sespimma Polri di Lembang. /Zonapriangan.com/Yurri Erfansyah/

ZONA PRIANGAN - Propaganda berupa konten-konten radikal sangat marak di media sosial (medsos) saat ini.

Masyarakat harus waspada terhadap konten-konten radikal tersebut untuk mencegah terpaparnya paham-paham itu masuk ke dalam lingkungan keluarga.

Seperti dikatakan Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Pol Ibnu Suhaendra, kepada semua pihak harus  menghentikan ujaran kebencian yang dilakukan di medsos. Karena semua ini berawal dari dalam keluarga.

Baca Juga: Sering Kebas dan Kesemutan, Waspadai Penyakit Neuropati Diabetik, Cek Dini dengan Aplikasi Ini

"Generasi Z dan milenial lebih dominan memiliki pemahaman radikal ini," kata Ibnu di acara Seminar Sespimma Angkatan 68 dengan tema Optimalisasi Penanganan Cyber Crime Guna Menangkal Radikalisme dan Intoleransi dalam Rangka Indonesia Maju, di Sespim Polri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Selasa, 22 November 2022.

Para narasumber kompeten yang hadir di acara Seminar Sespimma Angkatan 68 dengan tema Optimalisasi Penanganan Cyber Crime Guna Menangkal Radikalisme dan Intoleransi dalam Rangka Indonesia Maju.
Para narasumber kompeten yang hadir di acara Seminar Sespimma Angkatan 68 dengan tema Optimalisasi Penanganan Cyber Crime Guna Menangkal Radikalisme dan Intoleransi dalam Rangka Indonesia Maju. /Zonapriangan.com/Yurri Erfansyah/

Lebih lanjut Ibnu menjelaskan, para remaja ini tepatnya, pada usia 20 tahun, banyak terpapar pemahaman radikal ini.

"Penyebarannya, lewat pengajian dan internet. Karena saat ini pola rekrutment paham radikal banyak dilakukan di medsos," ungkapnya.

Baca Juga: Danone dan Muhammadiyah Kolaborasi Lakukan Edukasi Nutrisi, Kesehatan Lingkungan pada Pengunjung Muktamar

Menurut Ibnu, aksi demo pun berpotensi disusupi kelompok radikal ini untuk menyerang ke pemerintah.

"Biasanya pola penyebarannya lewat pertemanan, kekerabatan dan pernikahan," ujarnya.

Ibnu pun menjelaskan, ada sekitar 23 ibu dan anak-anak yang ingin menjadi pelaku bom bunuh diri. Yakni, 11 orang anak-anak dan 9 ibu-ibu.

Baca Juga: Aneh bin Ajaib Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 Terkait Upah Buruh 2023, Apindo Jabar: Peraturan Ini Berbahaya

"Kondisi ini terjadi, sebagai dampak dari internet karena disitu ada buku panduan bagaimana membuat bom bunuh diri," jelasnya.

Ibnu mengatakan, ada pedoman jaringan teroris dari Aceh hingga Papua ada internet. "Bukunya ada. Saya dapat informasi ini dari anak berumur 12 tahun yang ditangkap," paparnya.

Untuk mencegah paham radikal tersebut, kata dia, maka semua harus menggelorakan pancasila yang saat ini mulai berkurang.

Baca Juga: Dubai Umumkan Ambisinya dengan Target Membuat Transportasi Publik Bebas Emisi Berupa Bus Listrik

Paham pancasila, jelas Ibnu, harus terus digelorakan mendominasi di keluarga kecil agar terhindar dari doktrin radikal.

"Kesiapsiagaan nasional, kontra radikal dan deradikalisasi harus sampai ke masyarakat terbawah," katanya.

Sekolah Staf dan Pimpinan Pertama (Sespimma) Polri melakukan kegiatan seminar bertemakan optimalisasi penanganan cyber crime guna menangkal radikalisme dan intoleransi.

Baca Juga: Preman Pensiun 7 Rabu 23 November 2022: Saep Lolos dari Kepungan, Bang Edi Ada dalam Genggaman Kang Gobang

Sebanyak 100 peserta didik Sespimma Polri Angkatan ke 68 Tahun Anggaran 2022 dari 32 Provinsi mengikuti kegiatan seminar bertajuk 'Optimalisasi Penanganan Cyber Crime Guna Menangkal radikalisme dan Intoleransi' pada Selasa, 22 November 2022.

Seminar tersebut diselenggarakan dalam rangka Indonesia maju dan menyebarkan wawasan deradikalisme.

Ketua Senat Sespimma Lemdiklat Polri Angkatan ke 68 T.A 2022, Kompol Anton Hermawan mengatakan, seminar tersebut diselenggarakan secara rutin setiap angkatan Sespimma. Seminar juga dilaksanakan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan dalam rangka Indonesia maju.

Baca Juga: Konsumen Sulit Mencari Ramen Gegara Ulah Jin BTS, Jadi Perhatian Serius di Instagram, TikTok, dan Youtube

"Tahun ini seminar kedua karena saat ini kami angkatan 68 angkatan kedua di 2022. Jadi karena acara rutin dan masuk kurikulum, sebelum dilakukan seminar ini rapat beberapa kali dan mengerucut ambil tema deradikalisasi terorisme di era 4.0," ujar Kompol Anton Hermawan.

Menurut Anton, kegiatan semacam ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan guna mencegah keluarga terhindar dari paham radikalisme dan terorisme.

Tak hanya itu, kegiatan ini pun diharapkan dapat membuat seluruh peserta didik setelah keluar dari pendidikan ini agar bisa menjadi garda terdepan dalam menangkal paham radikalisme.

Baca Juga: Dinas Intelijen Ukraina Serbu Biara Kristen Ortodoks Patriarkat Moskow, Diduga Sebagai Gudang Senjata

Kompol Anton juga menjelaskan dalam seminar ini mengundang sejumlah narasumber kompeten. Di antaranya mantan Kepala BNPT periode 2016-2020, Komjen Pol (purn) Suhardi Alius, Pati Densus 88, Irjen Pol Ibnu Suhaendra, perwakilan MUI, M Najih Arromadloni, Praktisi IT, Budi Rahardjo, dan perwakilan FBI, Kevin Wulfhorst.

"Alasan tema ini, di era digitalisasi saat ini sangat rawan sekali paham-paham radikalisme, dan itu dikhawatirkan masuk secara bebas ke anak muda dan anak-anak kita di rumah. Apalagi peran gadget sekarang ini seperti tak tergantikan," katanya.

Untuk itu, lanjut Anton, semoga dengan forum ini kedepannya anak anak, keluarga, dan diri sendiri bisa terhindar radikalisme terkait dengan terorisme.

Baca Juga: Rekor Tangkapan Ikan Emas Mencapai 31,7 Kilogram, Pemancing Inggris Peroleh The Carrot di Blue Water Lakes

Dalam seminar tersebut, lanjut Anton, sejumlah narasumber kompeten juga membagikan pengetahuan, pendapat, dan wawasan mereka kepada peserta seminar tentang bahayanya paham radikalisme dan intoleransi di era Revolusi Industri 4.0.

"Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai cara pencegahan dan penanganan paham radikalisme kepada para peserta seminar agar lebih waspada dan bijak dalam menangkal paham radikalisme di era revolusi industri 4.0," ungkapnya.

Seperti yang dipaparkan Pati Densus 88, Irjen Pol Ibnu Suhaendra, mengenai "penanggulangan terorisme, peran dunia pendidikan dalam memutus mata rantai radikalisme dan terorisme".

Selain itu perwakilan MUI, M Najih Arromadloni juga membagikan pengetahuan mengenai cara mencegah radikalisme di lingkungan anak muda.

Selain itu praktisi IT dari ITB, Budi Rahardjo juga membagikan ilmunya mengenai peningkatan kemampuan deteksi dini dan tanggap insiden dalam rangka mencegah paham radikalisme dan intoleransi di era revolusi industri 4.0.

Dalam kesempatan itu juga perwakilan FBI, Kevin Wulfhorst menyampaikan pemaparan dan memberikan materi serta contoh-contoh dilapangan mengenani social media management dan intelligence analysis on terrorism.

Kompol Anton berharap, dari kegiatan seminar ini seluruh stakeholder, karena pihaknya berpartner dengan TNI AD, agar bisa bersinergi untuk menghalau radikalisme terorisme.

"Kami juga menginginkan seluruh peserta didik saat keluar dari pendidikan bisa menjadi garda terdepan untuk memberikan pemahaman deradikalisme," pungkasnya.***

Editor: Yurri Erfansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x