Ichsanuddin Noorsy: Praktik BUMN Sebagai Sumber Dana Bagi Partai Politik Masih Berlangsung hingga Sekarang

- 22 Oktober 2021, 07:32 WIB
Pengamat Politik dan Ekonomi Ichsanuddin Noorsy.
Pengamat Politik dan Ekonomi Ichsanuddin Noorsy. /Tangkapan layar Youtube.com/Refly Harun

ZONA PRIANGAN -  Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengakui perusahaan negara kerap dijadikan lahan penggalangan dana oleh partai politik.

Pemerintah diminta memperlakukan BUMN sebagai entitas bisnis murni tidak sebagai entitas Politik.

BUMN selama ini sudah menjadi sapi perah kepentingan. Bahkan, sapi tersebut dapat diperah kapan pun, termasuk di tengah pandemi virus corona atau covid-19 ketika masyarakat tertekan kondisi ekonomi. Perusahaan BUMN menjadi ajang kepentingan kelompok dan  golongan tertentu.

Baca Juga: Refly Harun: Isu Reshuffle Kabinet Jokowi, Mahfud MD Jadi Jaksa Agung dan Budi Gunawan Menjabat Menkopolhukam

Dalam channel Youtube Refly Harun yang diunggah Kamis 21 Oktober 2021,  pengamat ekonomi dan politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan bahwa sejak era soeharto hingga hari ini sebenarnya BUMN selalu menjadi sapi perah. Baik itu sapi perah bagi partai partai politik maupun sapi perah bagi kekuatan eksekutif yang ada didalamnya. Posisinya itu tidak pernah bergeser sesungguhnya.

"Belum ada pergeseran cukup signifikan bagaimana mencegah BUMN untuk tidak dimasuki entitas politik agak kesulitan. Maka Gagasan saya tentang pembentukan Holding itu bukan cuma sekedar dalam rangka membesarkan holding tapi sesungguhnya adalah dalam rangka mencegah masuknya entitas politik,"ujarnya.

Ichsanuddin Noorsy menambahkan jadikan Dia sepenuhnya sebagai entitas BUMN yang memang menjalankan tugas konstitusi. Ada tiga peran BUMN sebagai pendayagunaan sumber daya, memproduksi sumber daya serta distribusi sumber daya dan itu kata kunci penting.

Baca Juga: Novel Baswedan: Sertifikasi Pegawai BKN yang Melakukan TWK Itu Tidak Ada

Ichsanuddin Noorsy memberikan contoh di posisi sejumlah teman-teman sebelum era Joko Widodo saya mendapatkan misalnya Bagaimana presentasi saya di Komisi 6. Sebenarnya teman-teman di komisi 6 dengan itu kalah dengan permainan politiknya temen-temen direksi BUMN.

"Teman-teman Komisi 6 itu main politik pakai kantong orang lain, sedangkan teman-teman direksi BUMN cukup menggali apa yang ada di BUMN. itu benar kejadian. Bagaimana caranya ? manipulasi akuntansi nggak ketahuan,"ujarnya.  

Menurutnya Justru permasalahan ada di akuntansi. Karena akuntansilah cara menyelinap, karena di akuntansi cara untuk membenarkan kesalahan atau Kemudian pada kasus Garuda misalnya Anda ingat kasus yang lama kemarin akuntansinya salah kemudian sampai akhirnya Minta laporan kembali laporan keuangannya posisinya.

Baca Juga: Fahri Hamzah: Hati-hati aja Dengan Proyek Rugi, Lebih Baik Audit Dulu, Jangan Asal Talangin

"Anda juga bisa lihat sejumlah teman-teman BUMN yang bisa naik kelas dari posisi direksi menjadi menteri atau wakil menteri itu kelihatan. Bahkan dengan orientasi pendekatan keuangan seseorang Dirut Bank bisa menjadi Dirut PLN sehingga pendekatan PLN pendekatan keuangan posisinya,"kata Ichsanuddin Noorsy.

Kalau kita mau lihat dalam kerangka itu pr.oblem mendasar mengumpulkan sejumlah komisaris tapi ternyatanya politik, itu bukti Betapa sulitnya memisahkan entitas politik dengan entitas bisnis.

"Ketika saya dulu melihat situasi BUMN menjadi sapi perah. saya mengatakan begini rekrutmen komisaris dan direksi itu dilakukan secara terbuka dengan menggunakan tangan ketiga secara profesional. Jadi entitas politiknya yang dipangkas habis-habisan,"ujarnya.

Baca Juga: Rocky Gerung: Sebetulnya Seluruh Pakar Ekonomi Sudah Bersepakat Proyek Kereta Cepat Ini Jangan Diterusin

Ia menegaskan untuk menggunakan yang namanya lembaga-lembaga rekrutmen. Pada tahun 1989, Orang-orang Indonesia masuk dalamnya namanya dibom oleh sejumlah perusahaan farmasi Singapura. Itu money corporate perusahaan-perusahaan pemburu tenaga profesional.

"saya ada disitu dan tahu bagaimana cara perusahaan -perusahaan itu memburu tenaga-tenaga profesional dan gagasan itulah yang kemudian saya pindahkan ke BUMN agar menteri negara BUMN mengeluarkan kebijakan atau paling tidak pemerintah dalam rangka merekrut direksi dan komisaris itu dengan cara model seperti itu, inilah gagasan pertama,"ujarnya.

Ichsanuddin Noorsy menambahkan kemudian Gagasan kedua semua BUMN neracanya diumumkan dong, bukan hanya neraca BUMN yang statusnya perusahaan terbuka, dan yang tidak terbuka tidak kenapa, karena milik negara dan milik rakyat rakyat wajib tahu sesungguhnya.

Gagasan ketiga ketiga jika ada sesuatu yang misalnya begini contoh sederhananya ini kejadian di era presiden sekarang.

Baca Juga: Febri Diansyah: Para Pegawai KPK yang Disingkirkan Pernah Diiming-imingi Posisi di BUMN

"Saya menyebut sejumlah perusahaan melakukan strategic transfer pricing dan itu dibuktikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), gapapa itu, gimana ceritanya, padahal itu juga jadi pembicaraan penting di Pansus tapi baik-baik saja. Artinya sesungguhnya Kita begitu menghamba pada kekuatan dan modal dan pada saat yang sama kita membenarkan entitas politik dan bisnis itu menjadi satu,"kata Ichsanuddin Noorsy.

Pengalaman ini sesungguhnya menggambarkan belum ada perubahan signifikan dalam kultur Memanage BUMN.

"Saya ambil contoh lain,  ada sebuah BUMN yang digabung jadi satu. Dia bisa tuh menyatakan bahwa level dia itu selevel menteri, ketika pada saat penandatangan kerja sama tidak mau hadir dan yang datang cuma sekjen.

Sampai segitu Rupanya dia memposisikan dirinya. Ini baru kejadian belum lama dan luar biasa, jadi ada perilaku-perilaku anak-anak direksi yang pola rekrutmennya tidak menggunakan metode yang benar, ya akibatnya begitu kalau pakai jalur politik. Kalau pakai bahasa saya 'jilatnya' benar,"ujar Ichsanuddin Noorsy.***

Editor: Yudhi Prasetiyo

Sumber: YouTube Refly Harun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x