"Akhir-akhir ini, sulit bagi kami untuk meminta bertemu dan memberi masukan ke BPOM," kata Agus Pambagio, padahal sebelumnya mudah untuk menemui BPOM sebelum kasus ini menyeruak.
Asosiasi Industri Air Kemasan (Aspadin) juga sulit bertemu BPOM, dan ketika diundang bertemu pun hanya diberi waktu beberapa menit untuk bicara, ungkap pengurus inti Aspadin.
Padahal Aspadin yang beranggotakan 900 perusahaan adalah pihak yang paling akan terkena dampak dari kebijakan BPOM ini.
"Sebagai lembaga negara, sudah selayaknya BPOM menghindari kebijakan yang bernuansa egoisme sektoral keamanan pangan tanpa melihat spin off effect nya terhadap sektor ekonomi dan dampak sosial secara luas," kata Agus.
Terlebih, lanjut Agus, krisis Ukraina dan Rusia yang telah membawa kenaikan harga pangan dan energi dunia juga akan dan telah menimbulkan dampak sosial ekonomi di Indonesia.
"Apakah isu BPA yang penelitiannya juga masih berjalan ini lebih urgent dibandingkan potensi goncangan sosial ekonomi di masyarakat?” tanyanya.
Sudah selayaknya BPOM lebih fokus dan memperhitungkan dampak kesehatan jangka pendek akibat kelangkaan produk air minum kemasan ekonomis di pasar - jika semua produsen dipaksa untuk mengganti kemasan ke PET - yang akan berpotensi meningkatkan penyakit diare dan dehidrasi, dibanding memenuhi desakan pihak untuk melabeli potensi bahaya BPA yang masih diduga merupakan resiko kesehatan jangka panjang.
Menteri kesehatan pun sudah menegaskan di media kalau air kemasan galon guna ulang itu aman dan bahaya BPA dalam air galon itu adalah hoaks.