Baca Juga: Cacing Hati Ditemukan Pada Saat Pemotongan Hewan Qurban Sapi dan Kambing di Majalengka
Tenia pun mengatakan, berbicara galon sekali pakai itu sangat identik dengan masalah sampah.
Sementara, lanjutnya, kalau guna ulang itu, galon kosongnya akan diambil lagi oleh produsennya untuk diolah secara bertanggung jawab.
Dan dari data yang beredar sekarang, itu bisa menghemat sampai 250 ribu ton plastik dalam setahun.
"Itu kan secara langsung dan tidak langsung ikut mendukung bagaimana kita bisa mengurangi pengambilan atau ekstraksi sumber daya alam sebagai sumber membuat virgin plastik. Dengan demikian harga virgin plastik akan menjadi semakin mahal dan hilang, dan produk hasil recycle dibuat menjadi lebih murah," tuturnya.
Tapi, kata Tenia, ketika nanti kebijakan itu mengarah ke salah narasi tadi, yaitu pelabelan BPA, maka itu nanti secara tidak langsung akan berpengaruh pada masalah daur ulang.
Dan kalau berbicara masalah daur ulang, itu akan menyambung ke masalah iklim.
"Karena, ngomongi perubahan iklim dari sampah, transportasi sampah dan daur ulang itu merupakan emiten terbesar kedua setelah pengelolaan sampah yang tidak baik," katanya.
Jadi, menurutnya, banyak resiko yang belum termitigasi dari kebijakan-kebijakan dan narasi yang ada di publik saat ini soal pelabelan BPA.
"Karenanya, kami sangat ingin jika sebuah kebijakan itu jangan sampai kontradiktif dengan yang sudah ada saat ini. Di mana, sekarang kita semua sudah melihat gerakan guna ulang atau isi ulang ini sudah sangat baik dan menuju lebih baik lagi. Untuk mendukung kebijakan itu, mungkin harus berkoordinasi dengan lintas stakeholders, karena nanti yang bingung itu masyarakat," ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Golkar, Darul Siska, mengatakan hingga saat ini belum ada pembicaraan apapun dengan BPOM sebagai mitra kerja Komisi IX DPR RI terkait rencana pelabelan BPA terhadap air minum kemasan.
"Bahwa khusus untuk produk-produk, saya tidak mempersoalkan mau itu daur ulang, galon sekali pakai, atau isi ulang. Tetapi, yang penting adalah kadar penggunaan BPA-nya terkontrol, tidak sampai pada melewati ambang batas yang membahayakan masyarakat," kata Darul.
Dia juga meminta agar BPOM harus melakukan koordinasi lintas sektoral dalam rencananya terkait pelabelan BPA ini.